Gencatan senjata permanen antara Israel dan kelompok
militan Hamas Palestina telah disepakati kedua belah pihak. Kesepakatan ini
mulai berlaku pada tanggal 27 Agustus 2014. Peristiwa yang berlangsung atas
sponsor Mesir ini mengakhiri peperangan terbaru antara kedua negara yang
menewaskan lebih dari 2000 orang warga sipil Palestina. Sementara itu, di pihak
Israel tedapat 68 orang tewas yang tediri dari para prajurit miiter dan hanya
empat warga Israel yang kehilangan nyawa. Peperangan yang berlansung selama
tujuh pekan ini juga mengakibatkan lebih dari 17.000 rumah di kawasan Jalur
Gaza hancur dan rusak akibat serangan militer Israel.
Namun,
dengan adanya kesepakatan gencatan senjata permanen ini, bukan berarti
perdamaian abadi di tanah Palestina segera terjadi. Masih banyak hal yang
menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh kedua belah pihak dalam
mewujudkan perdamaian. Dalam perundingan gencatan senjata tersebut, tuntutan dari
kedua belah pihak yang menyangkut isu sensitif masih ditunda pembahasannya,
diantaranya tuntutan kelompok Hamas agar dibangun sebuah pelabuhan laut, bandar
udara di kota Gaza dan pembebasan sekitar 100 narapidana. Sedangkan, Israel menuntut
demiliterisasi Hamas dan meminta jaminan dari Hamas supaya tidak ada lagi
senjata yang diselundupkan menuju ke Gaza
Sementara
itu, perkembangan mutakhir menunjukkan tidak adanya itikad baik dari Israel
untuk mewujudkan perdamaian. Hal ini ditunjukkan dengan adanya upaya dari
Israel untuk merampas tanah Palestina seluas 400 hektar di wilayah tepi barat. Upaya
ini jelas merupakan langkah kontraproduktif dengan upaya perdamaian yang selama
ini tengah dibangun. Protes internasionalpun dilancarkan atas rencana Israel
ini, diantaranya protes dari Sekjen PBB Ban Ki Mon yang menyebut langkah ini
sebagai pendahuluan pembangunan distrik-distrik baru Zionis. Sekjen PBB
mengumumkan bahwa pembangunan pemukiman-pemukiman baru Zionis di Tepi Barat
bertentangan dengan hukum internasional. Sementara itu Menlu Inggris Phillip
Hammond menyatakan bahwa Pembangunan pemukiman-pemukiman baru, bukan hanya
melanggar aturan internasional, tetapi juga menjadi rintangan serius di jalan
perundingan guna mencapai kesepakatan antara Israel dan Palestina. Sedangkan,
Menlu Amerika Serikat John Kerry melalui juru bicaranya menyatakan bahwa Perampasan
tanah ini memunculkan sebuah sinyal yang dapat mengganggu upaya damai antara
Israel dan Palestina, hal ini bisa kembali meruntuhkan gencatan senjata yang
baru saja dicapai. Namun, dewasa ini perkembangan di tepi barat tak menunjukkan
Israel menghentikan langkah ini, tetapi malah meneruskannya dengan aksi
penghancuran rumah warga di daerah Hebron.
Dalam
sejarahnya, Israel telah berulangkali mencaplok tanah bangsa Arab utamanya
Palestina melalui berbagai peperangan, diantaranya Perang Arab-Israel 1948,
Perang enam hari 1967, perang Yom Kippur 1973 dan berbagai peperangan lainnya.
Hal ini mengakibatkan wilayah Israel semakin luas dari keadaan awalnya pada
tahun 1948. Nampaknya, hal ini berulang dan jalan menuju perdamian di tanah
Palestina masih panjang.
Dari sumber :
Sindonews, 2 september 2014
Sindones, 3 September 2014
BBC indonesia 26 agustus 2014
Viva news 27 Agustus 2014
Depok, 4 September 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar