Halaman

Rabu, 29 Oktober 2014

Gencatan Senjata Israel-Palestina Mengawali Perdamaian, Mungkinkah ?

Gencatan senjata permanen antara Israel dan kelompok militan Hamas Palestina telah disepakati kedua belah pihak. Kesepakatan ini mulai berlaku pada tanggal 27 Agustus 2014. Peristiwa yang berlangsung atas sponsor Mesir ini mengakhiri peperangan terbaru antara kedua negara yang menewaskan lebih dari 2000 orang warga sipil Palestina. Sementara itu, di pihak Israel tedapat 68 orang tewas yang tediri dari para prajurit miiter dan hanya empat warga Israel yang kehilangan nyawa. Peperangan yang berlansung selama tujuh pekan ini juga mengakibatkan lebih dari 17.000 rumah di kawasan Jalur Gaza hancur dan rusak akibat serangan militer Israel.
            Namun, dengan adanya kesepakatan gencatan senjata permanen ini, bukan berarti perdamaian abadi di tanah Palestina segera terjadi. Masih banyak hal yang menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh kedua belah pihak dalam mewujudkan perdamaian. Dalam perundingan gencatan senjata tersebut, tuntutan dari kedua belah pihak yang menyangkut isu sensitif masih ditunda pembahasannya, diantaranya tuntutan kelompok Hamas agar dibangun sebuah pelabuhan laut, bandar udara di kota Gaza dan pembebasan sekitar 100 narapidana. Sedangkan, Israel menuntut demiliterisasi Hamas dan meminta jaminan dari Hamas supaya tidak ada lagi senjata yang diselundupkan menuju ke Gaza
            Sementara itu, perkembangan mutakhir menunjukkan tidak adanya itikad baik dari Israel untuk mewujudkan perdamaian. Hal ini ditunjukkan dengan adanya upaya dari Israel untuk merampas tanah Palestina seluas 400 hektar di wilayah tepi barat. Upaya ini jelas merupakan langkah kontraproduktif dengan upaya perdamaian yang selama ini tengah dibangun. Protes internasionalpun dilancarkan atas rencana Israel ini, diantaranya protes dari Sekjen PBB Ban Ki Mon yang menyebut langkah ini sebagai pendahuluan pembangunan distrik-distrik baru Zionis. Sekjen PBB mengumumkan bahwa pembangunan pemukiman-pemukiman baru Zionis di Tepi Barat bertentangan dengan hukum internasional. Sementara itu Menlu Inggris Phillip Hammond menyatakan bahwa Pembangunan pemukiman-pemukiman baru, bukan hanya melanggar aturan internasional, tetapi juga menjadi rintangan serius di jalan perundingan guna mencapai kesepakatan antara Israel dan Palestina. Sedangkan, Menlu Amerika Serikat John Kerry melalui juru bicaranya menyatakan bahwa Perampasan tanah ini memunculkan sebuah sinyal yang dapat mengganggu upaya damai antara Israel dan Palestina, hal ini bisa kembali meruntuhkan gencatan senjata yang baru saja dicapai. Namun, dewasa ini perkembangan di tepi barat tak menunjukkan Israel menghentikan langkah ini, tetapi malah meneruskannya dengan aksi penghancuran rumah warga di daerah Hebron.
            Dalam sejarahnya, Israel telah berulangkali mencaplok tanah bangsa Arab utamanya Palestina melalui berbagai peperangan, diantaranya Perang Arab-Israel 1948, Perang enam hari 1967, perang Yom Kippur 1973 dan berbagai peperangan lainnya. Hal ini mengakibatkan wilayah Israel semakin luas dari keadaan awalnya pada tahun 1948. Nampaknya, hal ini berulang dan jalan menuju perdamian di tanah Palestina masih panjang.

Dari sumber :
Sindonews, 2 september 2014
Sindones, 3 September 2014
BBC indonesia 26 agustus 2014
Viva news 27 Agustus 2014  



 Depok, 4 September 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar