Halaman

Senin, 19 Agustus 2013

Lembaga Think Tank Daerah: Katalisator Pembangunan di Era Otonomi Daerah*

            Indonesia merupakan negeri kepulauan yang sangat luas. Wilayahnya terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan jumlah pulau lebih dari 17.000 buah. Indonesia juga merupakan sebuah negeri multikultural yang mempunyai berbagai macam suku, ras dan adat-istiadat yang berbeda. Menurut sensus Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, suku bangsa di Indonesia berjumlah sekitar 1128 suku bangsa. Keadaan seperti itu membuat Indonesia menjadi sebuah negara yang besar, tetapi rawan oleh perpecahan. Selain itu, pengelolaan wilayah akan lebih sulit mengingat tiap daerah memiliki karakteristik masing-masing yang berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, Otonomi daerah sebagai sebuah mekanisme pengelolaan daerah yang memperhatikan kondisi dan karakteristik suatu daerah sangat diperlukan untuk merespons keadaan riil Indonesia.
            Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang undangan (UU No.32 tahun 2004). Sebuah negara multikultural yang sangat luas seperti Indonesia tentu sangat memerlukan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan seperti ini. Otonomi daerah memang seharusnya diberikan seluas-luasnya kepada daerah untuk mengembangkan daerahnya sesuai dengan kapasitas dan sumber daya yang dimiliki daerah tersebut. Menurut pasal 2 UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Adapun yang menjadi urusan pemerintah pusat terbatas dalam hal urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional serta agama (Pasal 10 ayat 3 UU No.32 Tahun 2004). Titik berat pelaksanaan otonomi daerah ini berada pada pemerintah daerah tingkat II atau pemerintah daerah tingkat kabupatan atau kota. Hal ini dikarenakan pemerintah kabupaten atau kota lebih memahami kondisi dan dinamika masyarakat, sehingga diharapakan dengan adanya otonomi daerah ini pemerintah kabupaten atau kota dapat lebih optimal dalam membangun daerahnya.           
            Dalam hal menjalankan urusan pemerintahan, pemerintah daerah memiliki hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintahan daerah lainnya. Hubungan tersebut meliputi hubungan hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya yang harus dilaksanakan secara adil dan seimbang. Selanjutnya, pemerintah provinsi sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah berdasarkan azas dekonsentrasi memiliki hubungan dengan pemerintah daerah yang bersifat koordinasi dimana pemerintah provinsi memiliki kewajiban untuk membina dan mengawasi daerah otonom (pemerintah kabupaten atau kota). Pelaksanaan urusan pemerintahan tersebut ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, dengan wewenang residual power tetap berada pada pemerintah pusat sebagai pemangku kekuasaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
            Pelaksanaan sistem otonomi daerah yang menitikberatkan wewenang pada pemerintah daerah tingkat II ini dapat memberikan manfaat yang nyata untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari upaya menjadikan sistem otonomi daerah ini sebagai sebuah wahana untuk mewujudkan pemerataan pembangunan, aksesibilitas pelayanan publik, proses demokratisasi, penguatan peran daerah dalam pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Menurut Isran Noor dalam buku Politik Otonomi Daerah, pelaksanaan otonomi daerah secara konsekuen dapat meningkatkan peran daerah dalam bidang ekonomi, pemerintahan, keamanan, pendidikan, penegakan hukum dan usaha pembentukan good governance.
            Berbagai usaha yang berpangkal pada tujuan yang mulia tersebut, dewasa ini dapat menghasilkan banyak hal yang telah berhasil menjadikan pembangunan daerah menjadi lebih baik, antara lain iklim investasi di daerah yang meningkat sebagai hasil dari usaha pemerintah daerah dalam membuka akses luas terhadap investasi, peningkatan pertumbuhan ekonomi sebagai hasil dari iklim investasi yang sehat dan pembangunan daerah di bidang ekonomi, peningkatan usaha ekonomi kerakyatan melalui kebijakan-kebijakan ekonomi nasional pemberdayaan UKM dan koperasi baik secara struktural, institusional maupun kultural (Noor,2012:38), peningkatan kulaitas pendidikan dengan desentralisasi pendidikan yang tetap dengan kebijakan pengendalian mutu (quality control) pendidikan secara nasional (Noor,2012:33), peningkatan usaha penguatan pendidikan karakter yang menanamkan patriotisme, kemandirian, integritas dan keadaban warganegara (citizenship) sebagai suatu bangsa (Noor,2012:29), dan peningkatan proses demokratisasi dengan memperhatikan kesejahteraan rakyat sebagai salah satu paradigm otonomi daerah (Noor,2012:6).
            Namun, pelaksanaan otonomi daerah yang menghasilkan berbagai dampak positif tersebut juga menimbulkan paradoks yang berpengaruh terhadap kemajuan dan perkembangan daerah. Sistem otonomi daerah sebagai sebuah mekanisme penyelenggaraan pemerintahan juga berpotensi memunculkan berbagai penyelewengan yang dilakukan oleh penguasa daerah. Hal ini dapat disebabkan oleh kekuasaan yang sangat besar penguasa daerah dalam pelaksanaan sistem otonomi daerah. Menurut Lord Acton dalam kutipannya yang terkenal “Power tends to corrupt, abolute power corrupt absolutely”, kekuasaan yang begitu besar berpotensi untuk berbuat korupsi karena pada dasarnya setiap kekuasan cenderung untuk berbuat korupsi. Apabila ditinjau dari pelaksanaan sistem otonomi daerah dewasa ini, maka para kepala daerah cenderung belum memahami hakikat otonomi daerah itu sendiri, sehingga banyak kepala daerah yang melakukan penyelewengan hukum.
            Berdasarkan data Mahkamah konstitusi bulan November 2012, terdapat 240 kepala daerah yang menjadi tersangka, terdakwa, dan terpidana dalam tindak pidana korupsi. Menurut kajian Kemendagri, ada beberapa hal yang menyebabkan jumlah kepala daerah yang tersangkut korupsi terus meningkat. Pertama, latar belakang kepala daerah yang sangat beragam menyebabkan pemahaman dan kemampuan tentang birokrasi sangat kurang, terutama tentang system regulasi keuangan daerah. Kedua, faktor sumber daya manusia di daerah yang masih terbatas, sehingga banyak ditemukan pejabat yang tidak berkompeten memegang jabatan strategis berdasarkan transaksi poltik. Ketiga, adanya niat dari kepala daerah untuk melakukan korupsi. Berbagai penyebab korupsi kepala daerah tersebut umumnya berpangkal pada tingginya biaya politik yang dikeluarkan oleh para kepala daerah tersebut dalam ajang pemilukada, sehingga ketika terpilih menjadi kepala daerah, hal ini menyebabkan para kepala daerah mengembalikan modal yang dikeluarkan selama pemilukada. Selain itu, lemahnya sistem check and balances serta kontrol pemerintah pusat menyebabkan kekuasaan para kepala daerah menjadi seakan tanpa kontrol, sehingga tak jarang para kepala daerah ini mendapat julukan negatif sebagai “raja-raja kecil di daerah” yang seringkali kurang patuh terhadap kewibawaan pemerintah pusat dan aturan hukum. Keadaan seperti ini menimbulkan penyalahgunaan wewenang kepala daerah, yang pada umumnya berupa korupsi APBD, mark up anggaran, dan melakukan pungli kepada pengusaha dan masyarakat. Fenomena penyalahgunaan wewenang kepala daerah ini harus memperoleh perhatian lebih dalam rangka melakukan evaluasi terhadap sistem otonomi daerah.

Lembaga Think Tank Sebagai Solusi Permasalahan Daerah
            Otonomi daerah sebagai suatu mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dewasa ini tak luput dari berbagai permasalahan.    Hal ini memerlukan upaya untuk menyelesaikannya secara tepat. Salah satu upaya yang dapat diambil pemerintah daerah dalam mengatasi berbagai problema daerah adalah dengan mengadakan berbagai studi yang mendalam terhadap berbagai permasalahan daerah. Studi yang dilakukan haruslah benar-benar komprehensif dan sistematis yang mengacu pada akar permasalahan daerah, sehingga diperlukan sebuah koordinasi yang nyata dan sistematis dari berbagai pihak untuk menjalankannya. Koordinasi tersebut dapat diwujudkan ke dalam sebuah lembaga think tank yang berfungsi untuk melakukan kajian terhadap berbagai permasalahan dan potensi daerah serta melakukan pendidikan kepada para birokrat yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan supaya dapat lebih optimal dalam mengemban tugasnya.
            Lembaga think tank adalah sebuah organisasi yang terlibat secara teratur dalam penelitian dan advokasi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan kebijakan publik dan merupakan jembatan antara pengetahuan dan kekuasaan dalam demokrasi modern (UNDP,2003). Apabila ditinjau dari definisi yang diberikan oleh UNDP tersebut, maka eksistensi lembaga think tank memang tidak hanya terbatas dalam melakukan pengkajian terhadap permasalahan publik, namun juga melakukan kajian dan advokasi terhadap kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah serta berfungsi sebagai penghubung antara teori akademis dengan praktik kebijakan dalam sebuah pemerintahan yang demokratis.Lembaga think tank juga dapat menjadi mitra pemerintah dalam hal pengaturan kebijakan publik.  Dengan kapasitas dan kemampuan yang dimilikinya, lembaga think tank dapat memberi masukan terkait dengan kebijakan publik yang diambil pemerintah, agar kebijkaan tersebut dapat berjalan dengan baik.
            Secara singkat, keberadaan lembaga think tank pertama kali muncul di Amerika, pada saat berlangsungnya perang Vietnam. Perkembangan perang yang terus berlanjut menyebabkan pasukan Amerika Serikat pada waktu itu tidak efektif mengerahkan alutsista dalam peperangan. Demi meminimalisir inefisiensi dalam strategi perang, maka dibentuklah suatu wadah think tank atau tank berpikir yang melibatkan para cendekiawan untuk turut serta dalam pengambilan keputusan startegi perang Vietnam. Semenjak itu, bermunculanlah berbagai lembaga think tank, seperti Rand Corporation, Phoenix Foundation dan lembaga think tank sejenisnya yang berperan memberi masukan dalam pengambilan keputusan bagi militer Amerika Serikat.
            Eksistensi lembaga think tank terus berkembang, sehingga tidak hanya menjadi mitra dalam pengambilan kebijakan di bidang militer semata, tetapi juga di bidang kebijakan publik laninnya. Jenis-jenis lembaga think tankpun beragam, misalnya lembaga think tank afiliasi partai politik, lembaga think tank afiliasi pemerintah, lembaga think tank quasi pemerintah, lembaga think tank quasi independen, lembaga think tank afiliasi universitas dan lembaga think tank mandiri dan independen (McGann and Sabatini,2011). Berbagai jenis lembaga think tank tersebut berkontribusi terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh badan-badan yang menjadi afiliasinya.
            Lembaga think tank sebagai sebuah wadah intelektual yang memilik focus terhadap kebijakan publik pemerintah memliki berbagai manfaat yang dapat diambil oleh berbagai pihak dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam bahasan ini, pemerintah daerah dapat mengambil berbagai manfaat dari eksistensi lembaga think tank di daerah. Manfaat tersebut berkaitan dengan fungsi lembaga think tank sebagai penghubung antara teori akademis dengan praktik kebijakan publik di daerah, seperti tercermin dalam pengambilan kebijakan yang matang secara kajian akademis sehingga lebih mampu dipertanggunjawabkan di masyarakat dan pengambilan kebijakan publik yang memperhatikan kondisi riil masyarakt dan kearifan local di daerah.
 Keberadaan Lembaga Think tank di Daerah
            Sistem otonomi daerah pada dasranya menjamin daerah untuk melakukan usaha dan inovasi untuk mendukung program pembangunan. Namun, dalam beberapa hal inovasi tersebut tersendat oleh beberapa kendala, seperti terdapatnya perundang-undangan yang mereduksi kewenangan pemerintah daerah dalam mengatur pengelolaan sumberdaya alam, contohnya adalah materi muatan beberapa pasal dalam UU No. 4/2009 tentang Mineral dan Batubara yang dinilai mencerminkan kebijakan resentralisasi yang bertentangan dengan isi serta jiwa pasal 18 ayat (2) dan (5) UUD 1945 dan lemahnya efektifitas ‘governability’ Kepala Daerah yakni kemampuan dan kapasitas untuk memimpin perencanaan, pengendalian dan implementasi kebijakan publik yang responsif terhadap dinamika pembangunan daerah serta perkembangan sosial,ekonomi dan politik baik dalam skala nasional maupun local (Noor,2011:61).
            Permasalahan dalam hal peraturan perundang-undang merupakan sebuah permasalahan system. Perubahannya membutuhkan prosedur khusus dalam sebuah lembaga Mahkamah Konstitusi. Dalam hal ini peran pemerintah dan berbagai pihak untuk mengadvokasikan perubahan peraturan yang lebih sesuai dengan jiwa otonomi daerah sangat diperlukan. Selanjutnya, mengenai lemahnya efektifitas governability kepala daerah tentu akan berdampak begitu luas pada masyarakat. Kemampuan governability yang lemah ini dihadapkan pada kendala bukan saja permasalahan sumberdaya strategis dalam implementasi kebijakan publik, akan tetapi juga seringkali dihadang oleh keterbatasan ruang hukum yang memadai untuk mengambil diskresi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dampak yang terjadi di masyarakat akibat permasalahan ini adalah berbagai inovasi yang dapat dikembangkan oleh Kepala Daerah tidak berjalan, ‘the best practice of governability’ terhalang, dan lebih parah lagi Kepala Daerah dapat menjadi korban kriminalisasi kebijakan (Noor,2011:61).
            Inovasi sangat diperlukan dalam rangka memajukan pembangunan di era otonomi daerah. Sistem otonomi yang menghasilkan persaingan antar daerah dalam membangun daerah perlu disikapi dengan lebih bijaksana. Persaingan daerah dalam memberikan akses kepada investasi, dunia usaha dan sector perekonomian lainnya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah secara ukuran kuantitatif, yang pada akhirrnya harus diusahakan lebih lanjut untuk meningkatkan perekonomian secara kualitatif berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat. Perancangan pembangunan daerah yang mengakomodir kebutuhan tersebut haruslah tepat sasaran dan memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga memerlukan kajian dan analisis yang mendalam mengenai kebijakan publik pemerintah daerah. Kajian terhadap kebijakan publik yang dilakukan haruslah bersifat lintas sektoral dan menyentuh semua bidang pembangunan di masyarakat. Hal inilah yang mendesak adanya lembaga think tank di daerah.
            Kehadiran lembaga think tank di daerah sangatlah penting. Hal ini dapat dilihat dari peran dan fungsi lembaga tersebut. Pertama, sebagai jembatan penghubung antara dunia akademis dengan praktik pengambilan keputusan pemerintah. Kedua, advokasi kebijakan publik yang berfokus pada kepentingan masyarakat. Ketiga,publikasi kajian untuk umum, sehingga masyarakat bisa lebih mengetahui tentang kebijakan publik di daerahnya masing-masing. Keempat, sebagai salah satu komponen problem solver permasalahan daerah. Selain itu, menurut James McGann, lembaga think tank dapat memberi masukan kepada pemerintah yang menjadi afiliasinya terkait kebijakan publik dan juga mendidik para birokrat pemerintah agar dapat melayani secara lebih efektif dan efisien. Berbagai peran dan fungsi lembaga think tank tersebut sangat relevan diterapkan di daerah sebagai usaha untuk memeprcepat dan mengefisienkan pembangunan daerah.
Implementasi Pembentukan Lembaga Think tank di Daerah
            Lembaga think tank pada dasarnya merupakan mitra intelektual terhadap lembaga atau badan yang menjadi afiliasinya, seperti pemerintah, partai politik, perguruan tinggi dan berbagai kelompok kepentingan lainnya. Namun, selain itu terdapat juga lembaga think tank yang berdiri secara mandiri dan independen dari semua kelompok kepentingan dan tetap meberikan kajian-kajian terhadap kebijakan publik. Dalam usaha pembentukan lembaga think tank di daerah terdapat beberapa alternatif yang dapat diambil untuk merealisasikan gagasan tersebut. Pertama, pembentukan lembaga think tank yang berafiliasi langsung dengan pemerintah daerah. Lembaga think tank yang berkategori seperti ini memiliki kedudukan yang secara struktur formal berada dalam lingkungan pemerintah daerah. Pengurusan dan pembiayaan lembaga ini dapat dibebankan kepada pemerintah daerah dengan tujuan lembaga yang sesuai dengan tujuan dan cita-cita pembangunan pemerintah daerah. Kedua, pembentukan lembaga think tank kategori Quasi pemerintah daerah. Pada mekansisme pembentukan seperti ini, maka lembaga think tank secara formal tidak berada dalam lingkungan pemerintah daerah, tetapi pembiayaan lembaga ini berasal dari pemerintah daerah. Kebijakan operasional lembaga think tank ini bersinergi dengan pemerintah daerah untuk melakukan kajian dan analisis mendalam terhadap permasalahan dan kebijakan publik di daerah.
            Selain itu, pembentukan lembaga think tank di daerah dapat dilakukan secara mandiri dan independen. Model pembentukan lembaga think tank seperti ini sangat memperhatikan dan berfokus pada penguatan masyarakat madani (civil society) di daerah. Pembentukannya dilakukan secara mandiri dan independen yang bebas dari kelompok kepentingan manapun. Lembaga ini sangat meningkatkan partisipasi masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip good governance, yang salah satunya adalah adanya partisipasi masyarakat. Pembiayaan lembaga ini juga berasal dari partisipasi masyarakat dengan basis yang kuat untuk mencukupi berbagai kebijakan operasional lembaga think tank ini.
            Pembentukan lembaga think tank di daerah hendaknya memperhatikan kondisi dan karakteristik daerah masing-masing. Adakalanya salah satu bentuk lembaga think tank baik di suatu daerah, tetapi belum tentu sesuai dengan daerah lain. Kondisi mayarakat, potensi daerah serta permasalahan daerah sangat mempengaruhi pembentukan lembaga ini. Selain itu, nilai-nilai masyarakat dan kearifan local di daerah agaknya tetap harus diperhatikan dalam usaha pembentukan lembaga think tank. Pemilihan bentuk lembaga think tank yang sesuai dengan karkterisitik dan kebutuhan daerah sangat diperlukan untuk menciptakan tata kelola kebijakan daerah yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.
Dasar Yuridis
            Setiap kebijakan yang dilakukan di Indonesia haruslah sesuai dengan peraturan-peraturan hukum positif Indonesia. Hal ini dikarenakan negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3 UUD 1945). Dengan ketentuan konstitusi tersebut, maka gagasan lembaga think tank di daerah juga harus memiliki landasan hukum. Menurut pasal 18 ayat 1 dan 2 UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia terbagi atas daerah-daerah yang memiliki pemerintah daerah masing-masing. Derah-daerah tersebut mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Oleh karena itu, pemerintah daerah memiliki wewenang yang besar di daerah untuk mengurus sendiri urusan daerahnya kecuali yang menjadi urusan pemerintah pusat, antara lain politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional serta agama (Pasal 10 ayat 3 UU No.32 Tahun 2004). Secara lebih lanjut, usaha pengimplementasian lembaga think tank di daerah didasarkan pada UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menjamin pemerintah daerah untuk melakukan inovasi yang tidak bertentang dengan hukum. Untuk itu diharapkan lembaga think tank dapat mewujudkan fungsi pengkajian dan pendidikan yang bermanfaat demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Fungsi Pengkajian
            Gagasan pembentukan lembaga think tank di daerah merupakan sebuah gagasan yang dimunculkan untuk dapat menjadi salah satu solusi berbagai permasalahan daerah. Solusi yang ditawarkan dari adanya lembaga think tank ini berupa pendampingan mengenai kebijakan publik. Lembaga think tank dalam operasionalnya melakukan berbagai kajian terhadap segala potensi serta permasalahan dan dinamika masyarakat di daerah yang teraktualisasikan dalam kebijakan publik pemerintah daerah. Pengkajian dilakukan oleh semua bentuk dan model lembaga think tank sebagai dasar operasionalnya yang kemudian hasilnya dapat dipublikasikan melalui jurnal ilmiah, makalah dan majalah ilmiah.
Fungsi Pendidikan
            Pendidikan merupakan syarat mutlak untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam hubungannya dengan system otonomi daerah, sumber daya manusia menjadi unsur penting dalam keberhasilan pembangunan daerah. Menurut Riwo Kaho (1988:60), penerapan otonomi daerah yang efektif memiliki beberapa syarat, dan faktor yang sangat berpengaruh, yaitu manusia selaku pelaksana harus berkualitas; Keuangan sebagai biaya harus cukup dan baik; Prasarana, sarana dan peralatan harus cukup dan baik serta Organisasi dan manajemen harus baik. Oleh karena itu, unsusr sumber daya manusia sangat berperan secara vital dan fundamental dalam pelaksanaan otonomi daerah.
            Berkaitan dengan pendidikan, lembaga think tank berusaha memberikan usaha edukasi kepada para birokrat sebagai pemegang kendali tata kelola pemerintahan di daerah. Selain itu, usaha pendidikan kepada masyarakat juga dapat dilakukan oleh lembaga think tank dengan melakukan publikasi karya-karyanya, seperti jurnal ilmiah, makalah dan majalah ilmiah. Selain itu, penyelenggaraan seminar dan workshop untuk meningkatkan kemampuan dan kapabilitas birokrat dan masyarakat di berbagai bidang pemerintahan juga dilakukan oleh lembaga think tank sebagai perwujudan fungsi pendidikan.
            Gagasan pembentukan lembaga think tank di daerah mempunyai arti penting dalam meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat. Melalui lembaga think tank, para pakar akademis dapat memperkenalkan dan menuangkan ide-idenya untuk berkontribusi dalam pembangunan, masyarakat dapat lebih peduli dan paham akan permasalahan serta kebijakan daerah dan pemerintah dapat memetakan kebijakannya secara lebih tepat, sehingga kebijakan tersebut mampu memberikan hasil yang bermanfaat di masyarakat. Manfaat ini dapat dimaknai dari manfaat keberadaan lembaga think tank sebagai katalisator pembangunan.
Katalisator Pembangunan
            Keberadaan lembaga think tank dapat berdampak pada percepatan pembangunan. Hal ini dapat diwujudkan dari usaha operasional lembaga think tank dalam melakukan pengkajian dan pendidikan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Pengkajian dan pendidikan tersebut pada akhirnya menghasilkan karya-karya ilmiah yang dapat dijangkau oleh berbagai lapisan masyarakat. Publikasi hasil riset dan kajian lembaga think tank sangat dibutuhkan untuk mewujudkan masyarakat madani (civil society) di daerah yang cerdas. Selain itu, pemerintah sebagai pelayan masyarakat yang melaksanakan fungsi pembangunan juga diuntungkan dengan adanya lembaga think tank. Pemerintah dapat mengambil manfaat dari eksistensi lembaga think tank untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan pemetaan kebijakan publik yang tepat dan mewujudkan prinsip-prinsip good governance, antara lain yang menurut Asian Development Bank adalah akuntabilitas, prediksi kebijakan, transparansi dan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu, pembentukan lembaga think tank di daerah sangat penting dilakukan untuk mempercepat pembangunan atau dengan kata lain lembaga think tank berguna sebagai katalisator pembangunan.
            Perkembangan pelaksanaan otonomi daerah dewasa ini belumlah dapat dikatakan berhasil secara keseluruhan. Masih terdapat banyak hal yang harus menjadi evaluasi pemerintah maupun masyarakat, walaupun banyak pula kemajuan daerah yang telah dicapai sebagai hasil dari pelaksanaan otonomi daerah. Berbagai kekurangan tersebut harus disikapi secara bijak untuk mendapat pemecahan yang tepat. Pemecahan masalah daerah yang kompleks membutuhkan peran lembaga think tank melalui upaya komprehensif dan lintas sektoral yang dapat teraktualisasi secara nyata dalam masyarakat. Lembaga think tank dalam operasionalnya berfungsi dalam usaha pengkajian dan pendidikan. Dengan dukungan dan peran serta dari pemerintah, masyarakat dan pihak-pihak terkait, maka keberadaan lembaga think tank sebagai katalisator pembangunan dapat diwujudkan dan tujuan pembangunan berupa kesejahteraan masyarakat merupakan sebuah kepastian yang akan terwujud.

*Gasa Bahar Putra – Mahasiswa Universitas Indonesia

Dari Saya Untuk BLS FHUI*

         Bergabung dalam keluarga besar organisasi BLS FHUI merupakan sebuah kebanggaan bagi saya pribadi. Hal ini karena organisasi BLS FHUI merupakan satu-satunya organisasi mahasiswa hukum yang fokus di bidang kajian dan pengembangan hukum bisnis di Indonesia. Dalam perkembangannya, BLS FHUI mampu mengembangkan program-program konstruktif yang membangun pengetahuan dan keilmuan mahasiswa khususnya di bidang hukum bisnis, bahkan BLS FHUI pula yang mampu menyelenggarakan sebuah kompetisi di bidang hukum bisnis tingkat mahasiswa satu-satunya di Indonesia, sehingga manfaat dari keberadaan organisasi BLS FHUI ini tidak hanya dirasakan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia saja, namun juga telah memberikan mafaat yang nyata bagi pengembangan hukum bisnis di Indonesia. Kemasyhuran itulah yang mendorong saya pribadi mengikuti Training Day pada bulan Oktober 2012 lalu dengan tujuan mendapatkan ilmu tentang hukum bisnis serta menjadi bagian dari keluarga besar BLS FHUI.
            Kebanggaan menjadi bagian dari keluarga besar BLS FHUI tersebut tentu bukanlah dimaknai dengan hanya berpangku tangan dalam perkembangan organisasi ini, namun kebanggaan tersebut menuntut bukti yang nyata untuk turut serta dalam membangun organisasi ini. Bukti tersebut harus diimplementasikan dalam sebuah tindakan nyata bagi kemajuan BLS FHUI dalam berbagai hal, dan salah satunya adalah dalam hal kepengurusan BPH BLS FHUI. Dalam kaitannya dengan hal ini maka saya pribadi merasa terpanggil untuk turut serta menjadi bagian dari kepengurusan BPH BLS FHUI.
        Berbagai pertimbangan dan alasan mendasari saya untuk turut serta dalam kepengurusan BLS FHUI ini, diantaranya yang paling mendasar adalah karena kebanggaan saya kepada BLS FHUI sebagai sebuah organisasi yang berkompeten di bidang kajian hukum bisnis, sehingga mendorong saya untuk ikut serta memajukan organisasi ini dari dalam dengan masuk kepengurusan BPH BLS FHUI.
            Dalam kepengurusan suatu organisasi, tentu terdapat pembagian posisi dan tugas yang berbeda antara satu posisi dengan yang lain dengan tujuan mengoptimalkan kerja organisasi tersebut. Hal ini juga berlaku dalam BPH BLS FHUI, dengan kepengurusan yang terbagi dalam berbagai divisi yang membawahi bidang-bidang tertentu, yaitu Direktur Eksekutif, Wa DE Kajian yang membawahi bidang Capital Market and Securities (CAPTIES), Energy & Natural Resources (ENRO), Intellectual Property & Technology (IP TECH), Banking & Finance (BAFIN), Wa DE Organisasi yang membawahi bidang Relasi dan Urusan Internal, Relasi dan Urusan Eksternal, Desain Teknologi dan Dokumentasi, Sekretaris Umum, Wa Sekretaris Umum, Bendahara Controller, Bendahara Treasury dan bidang Fund Raishing. Berbagai posisi ini memiliki tugas yang berbeda satu sama lain namun tetap saling terhubung satu sama lain. Dalam kaitannya dalam hal ini, saya pribadi memilih posisi Wakil Sekretaris Umum dalam kepengurusan BPH BLS FHUI.
            Berbagai pertimbangan dan alasan juga mendasari saya memilih posisi sebagai Wakil Sekretaris Umum. Posisi ini menrut hemat saya merupakan sebuah posisi yang banyak turut andil menentukan jalannya sebuah organisasi karena berkaitan dengan berbagai dokumen yang penting bagi organisasi. Dengan pertimbangan itulah saya memilih posisi ini dengan alasan bahwa dengan pengalaman saya dalam berbagai kepanitiaan khususnya di masa SMA lampau sebagai sekretaris, saya dapat menyumbangkan kemampuan yang saya miliki untuk BLS FHUI karena dengan tugas yang tidak ringan, posisi Wakil Sekretaris Umum yang berkoordinasi dengan Wa DE bidang Kajian ini tentu bukanlah posisi yang sekedar coba-coba bagi khususnya mahasiswa baru seperti saya yang masih membutuhkan pemahaman organisasi BLS secara mendalam, namun menuntut kemampuan terbaik untuk mengelola tugas dari posisi tersebut.
            Berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan dalam hal pilihan saya terhadap posisi Wakil Sekretaris Umum tentu merupakan sebuah hal yang subjektif, sehingga dalam hal ini pengalaman saya dalam berbagai kepanitiaan khususnya di masa SMA lampau sebagai sekretaris dapat membantu saya untuk menjadi seseorang yang kompeten dalam posisi Wakil Sekretaris Umum tersebut. Sebaliknya sebuah hal yang mungkin dapat menjadikan pengganjal bagi posisi tersebut adalah seringnya bekerja dalam pengaruh suasana atau mood, sehingga hal tersebut bisa menjadi hal yang mengurangi kompetensi saya dalam posisi ini. Namun, dengan kebanggan, komitmen dan loyalitas terhadap BLS FHUI, saya akan terus berusaha menjadi lebih baik dan berkompetensi dalam bidang ini.
            Dalam kaitannya dengan komitmen dan loyalitas, BLS FHUI bagi saya merupakan sebuah kebanggaan sehingga membutuhkan komitmen dan loyalitas dari para anggotanya. Bagi saya, komitmen merupakan hal yang penting bagi sebuah organisasi karena komitmen merupakan sebuah kebulatan tekad atau niat yang tulus nan kuat untuk mencapai sebuah tujuan, dengan tujuan dari organisasi BLS FHUI untuk menjadi organisasi yang terdepan dalam kajian hukum bisnis maka dibutuhkan komitmen yang kuat untuk mencapainya. Komitmen tersebut harus berjalan terus tidak hanya diawal saja, namun terus menguat seiring berjalannya waktu. Selain itu, untuk membentuk organisasi yang solid dan tercapainya tujuan organisasi juga dibutuhkan loyalitas, yaitu sebuah kesetiaan dan semangat pengabdian bagi organisasi, jadi hal inilah yang harus dimiliki oleh siapa saja khususnya yang tergabung dalam kepengurusan BLS FHUI kedepannya untuk membentuk sebuah organisasi yang solid dengan menempatkan kesetiaan dan kepentingan organisasi diatas kepentingan dirinya sendiri mengingat terkandungnya kepentingan umum dalam organisasi tersebut. Kedua hal tersebut, yaitu komitmen dan loyalitas harus diterapkan secara berimbang dan sejalan, karena keduanya saling melengkapi dan mempengaruhi. Dengan menerapkan loyalitas dan komitmen yang kuat dalam berbagai aktivitas di BLS FHUI, maka berbagai tujuan dari BLS FHUI niscaya akan tercapai.
           Hal-hal tersebutlah yang dapat saya persembahkan untuk kemajuan organisasi BLS FHUI, sehingga saya pribadi berharap dalam kedepannya keberadaan organisasi BLS FHUI dapat menjadi sebuah organisasi yang lebih baik dan terdepan dalam pengembangan dan kajian hukum bisnis di Indonesia.

*Gasa Bahar Putra – Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia
** Esai dibuat untuk memenuhi syarat Open Recruitment Badan Pengurus Harian BLS FHUI 2013

Revitalisasi Pendidikan Karakter Generasi Muda Bangsa Indonesia *

        Pendidikan dan karakter merupakan masalah vital dan selayaknya diberikan perhatian khusus oleh pemerintah Indonesia, hal ini karena pendidikan dan karakter merupakan penentu akan kelangsungan hidup sebuah bangsa. Pendidikan membentuk karakter suatu bangsa, sehingga apabila pendidikan di suatu negara kurang baik, maka di masa mendatang negara itu akan menerima hasilnya yaitu berupa sebuah kebobrokan moral anak bangsa yang meluas di setiap aspek kehidupan.
             Ibarat dua buah sisi mata uang, pendidikan dan karakter saling berhubungan dan tak terpisahkan, oleh karena pendidikan merupakan sarana atau jalan untuk mencetak karakter atau sifat dan watak yang diharapkan muncul dari generasi muda bangsa Indonesia yang notabene merupakan penerus estafet kepemimpinan bangsa Indonesia di masa mendatang. Karakter tersebut hendaknya merupakan sebuah karakter yang mencerminkan rasa kebangsaan Indonesia yang majemuk dan berlandaskan Pancasila, sehingga disini diperlukan sebuah model pendidikan yang memiliki perhatian lebih terhadap nilai-nilai kebangsaan yang kian lama terasa semakin memudar.
            Amanah yang ditanggung oleh pendidikan Indonesia amatlah besar, seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga seluruh warga negara Indonesia harus mendapat akses yang memadai terhadap pendidikan nasional. Namun tujuan pendidikan nasional yang amat mulia tersebut dalam praktik di lapangan tak ubahnya hanya pemanis bibir semata, hasil pendidikan nasional dewasa ini jauh dari harapan tujuan pendidikan nasional. Pendidikan di Indonesia dewasa ini terkesan lebih mementingkan segi oportunis dan pragmatisme belaka  dengan terlalu mengesampingkan segi karakter bangsa yang amat penting bagi bangsa Indonesia di masa kini maupun mendatang. Hal tersebut diperparah lagi dengan banyak sekali kasus maupun peristiwa yang sangat memalukan dan mencederai pendidikan nasional itu sendiri, parahnya lagi sebagian kasus tersebut terkesan dibiarkan dan mendapat legalisasi oleh instansi yang berwenang. Bahkan, sebagian kasus tersebut sudah menjadi rahasia umum tentang potret buram pendidikan negeri ini.
Masalah-masalah Pendidikan Nasional
            Mendengar berita-berita di berbagai media masa mengenai bocoran kunci jawaban Ujian Nasional tentu tak asing bagi mayoritas masyarakat Indonesia dan masalah seperti ini selalu terulang dari tahun ke tahun tanpa ada penyelesaian yang pasti dari instansi yang berwenang, dalam hal ini Kementrian Pendidikan dan kebudayaan. Dalam kasus ini, seperti adanya sebuah kerjasama antara pengawas suatu sekolah dengan sekolah yang lain untuk mengawasi peserta didik yang sedang mengerjakan Ujian Nasional, sehingga tak sedikit siswa yang dapat menerima SMS kunci jawaban Ujian Nasional. Ada juga, pihak sekolah yang mendorong siswanya untuk bekerjasama dalam Ujian Nasional karena apabila siswa sekolah tersebut lulus seratus persen tentu akan menaikkan gengsi sekolah tersebut.
            Para pemuda yang merupakan hasil dari pendidikan nasionalpun tak sedikit yang lemah karakternya. Kasus tawuran antar pelajar yang terjadi akhir-akhir ini tentu merupakan sebuah coretan hitam bagi pendidikan nasional. Tawuran tersebut bahkan tak sedikit yang memakan korban dan hal tersebut tak hanya terjadi di ibukota saja namun di daerah-daerahpun juga demikian. Tentu merupakan hal yang amat disayangkan karena tujuan pendidikan yang membentuk manusia yang beradab sangat kontras dengan masalah ini. Hal ini merupakan bukti dari gagalnya penyerapan pendidikan karakter generasi muda bangsa Indonesia.
            Pendidikan yang hendaknya merupakan sebuah pembentuk moral juga tak lepas dari masalah-masalah moralitas dari orang-orang yang berkecimpung didalamnya, mulai dari penggelapan dana Bantuan Operasional Pendidikan dan dugaan korupsi di tubuh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, hal ini tentu amat disayangkan dimana pendidikan masih belum merata di Indonesia.
            Dari contoh masalah tersebut, dapat ditarik sebuah hubungan pendidikan dengan karakter generasi muda bangsa Indonesia, dewasa ini pendidikan di Indonesia banyak menghasilkan lulusan yang hanya berorientasi dalam mencari kerja dan mencari nilai belaka tanpa memperhatikan proses selama menempuh pendidikan tersebut  dan berbagai keterampilan serta karakter yang akan membantunya di masa mendatang sehingga yang terjadi adalah membludaknya pengangguran terdidik, lapangan kerja yang tak sebanding dengan pencari kerja dan sebagainya, sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan di Indonesia belum berhasil membentuk karakter generasi muda bangsa Indonesia yang ideal.
Revitalisasi pendidikan yang berorientasi karakter
            Ki Hajar Dewantara, bapak pendidikan nasional pernah berpesan “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” yang merupakan ungkapan berarti Di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan. Sebuah ungkapan bermakna mengenai karakter yang sepatutnya ada dalam pendidikan di Indonesia. Karakter inilah yang banyak ditinggalkan oleh bangsa kita dewasa ini dan hasilnyapun dapat dilihat dari hari ke hari dimana para pemimpin bangsa tidak bisa memberi teladan rakyatnya, korupsi yang melanda birokrasi pemerintahan bahkan sampai kepada pengadaan kitab sucipun tak luput dari rongrongan korupsi, para elit pemerintahan eksekutif maupun legislatif yang seakan-akan lebih mementingkan kepentingan golongan dan kelompoknya daripada kepentingan nasional hingga akhirnya permasalahanpun timbul di tingkat masyarakat, dimana  konflik horizontal mengenai isu-isu berbau Suku, ras, agama dan antar golongan (SARA) yang mencederai kebebasan berkeyakinan di Indonesia dan mengancam persatuan dan kesatuan nasional terus terjadi ditambah lagi dengan sikap apatis generasi muda terhadap perkembangan negaranya.
            Karakter kebangsaan inilah yang harus dibangun oleh bangsa Indonesia dewasa ini. Berbagai kegiatan hendaknya dapat memberikan hasil yang lebih terhadap pembentukan karakter pemuda, mulai dari pendidikan formal maupun non formal. Untuk di bangku sekolah misalnya peningkatan pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan mutlak diperlukan dewasa ini dalam membekali generasi muda sejak dini dengan wawasan kebangsaan, peningkatan pemahaman terhadap Pancasila sebagai ideologi bangsa untuk mengatasi krisis kebangsaan Indonesia dewasa ini. Selain itu pembekalan keterampilan amat diperlukan sehingga apabila dikombinasikan dengan pendidikan karakter dapat membentuk pribadi yang dapat bersaing di era globalisasi dengan tetap berpegang pada kepribadian bangsa Indonesia.
            Di luar bangku sekolah, berbagai hal dapat dilakukan untuk menanamkan pendidikan karakter misalnya melalui sarana Organisasi kepemudaan, hal ini perlu dilakukan karena organisasi kepemudaan merupakan sebuah tempat untuk generasi muda berkecimpung dalam kegiatan-kegiatan positif, maka dari itu perlu sebuah peran aktif dari berbagai organisasi kepemudaan di Indonesia untuk menanamkan rasa kebangsaan dan jiwa pancasila, sehingga kedepannya diharapkan anggota organisasi kepemudaan dapat memproteksi diri secara intern untuk tidak terpengaruh terhadap isu-isu provokasi yang hanya menimbulkan perpecahan, serta dapat bergerak secara ekstern dengan terjun langsung ke masyarakat untuk dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.
          Mewujudkan sebuah keberhasilan pendidikan karakter di Indonesia memang tidak mudah, sehingga dibutuhkan kerja keras dan komitmen yang tinggi serta kerjasama dari berbagai elemen bangsa. Fungsi mahasiswa sebagai agen perubahan dan control sosial sangat diperlukan dalam hal ini, sehingga mahasiswa tidak hanya memberikan kritik dan wacana semata, namun juga harus dapat bertindak dan berkontribusi secara nyata di masyarakat dalam upaya pendidikan karakter di Indonesia dan diharapkan dengan cara-cara tersebut, tujuan pendidikan nasional yang berwawasan karakter kebangsaan dapat terwujud dan hasilnya dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.

*Gasa Bahar Putra – Mahasiswa Universitas Indonesia

Media Sosial : Sebuah Kemampuan Untuk Mengubah*

          Sebuah fenomena baru telah lahir di masyarakat. Sebuah hal baru yang mungkin tak pernah terfikirkan akan lahir dan menyebar begitu cepat di tengah masyarakat. Sebuah fenomena yang telah menyebar di seluruh penjuru dunia yang selalu membuat semua orang untuk ingin tahu dan ingin mencoba tentang hal ini. Bagi pisau bermata dua, fenomena ini memberi manfaat dan juga menebar mudharat. Banyak orang menyukainya, namun tak sedikit pula yang mengecamnya. Banyak orang yang naik daun karenanya, namun tak sedikit pula yang jatuh karenanya. Sebuah fenomena yang menuntut kebijaksanaan kita untuk menyikapinya. Sebuah fenomena yang akan terus berkembang dari waktu ke waktu dan fenomena itu adalah media sosial. Fenomena media sosial ini sangat menarik untuk ditelisik dan dibahas lebih jauh. Hal ini karena media sosial ini memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menciptakan hal-hal yang mungkin sebelumnya tidak pernah terfikirkan di dalam benak masyarakat. Kekuatan media sosial ini harus dioptimalkan sedemikian rupa untuk hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat.
            Media sosial dapat difahami sebagai sebuah media di jagad maya atau media online yang terus berkembang dimana para penggunanya dapat saling berinteraksi satu sama lain dengan berbagai kemudahan akses mulai dari biaya yang kecil, sampai kemudahan pengoperasian. Interaksi yang ada dalam media sosial ini tidak hanya terbatas pada penulisan kata-kata atau pengunggahan foto, namun lebih dari itu dengan perkembangan yang semakin pesat, media sosial mampu menciptakan interaksi yang lebih aktual dengan video atau berbagai jenis media lainnya.
            Dalam perkembangannya, media sosial mengalami banyak kreasi dan inovasi sehingga memunculkan banyak sekali jenis-jenis media sosial yang dapat dinikmati oleh semua orang. Berbagai media sosialpun bterbaran di jagad maya, antara lain Facebook, Friendster, Myspace, Twitter, dan sebagainya. Untuk saat ini yang paling populer adalah Facebook, sebuah media sosial dengan pengguna lebih dari 200 juta orang yang didirikan pada tahun 2003 oleh Mark Zuckerberg. Selain itu, ada juga juga media sosial dengan media utama berupa video dimana semua orang dapat mengunggah video yang dibuatnya di jagad maya, yaitu Youtube.
            Munculnya berbagai media sosial tersebut, disambut dengan antusias oleh semua kalangan masyarakat. Saat ini media sosial dinikmati oleh semua kalangan masyarakat, mulai dari kalangan remaja sampai kalangan orang dewasa, bahkan penggunaan media sosialpun merambah usia anak-anak, walaupun dalam berbagai media sosial peraturan mengenai batas usia pengguna dicantumkan. Pada umumnya, berbagai media sosial mencantumkan batas usia 18 tahun sebagai batas usia maksimal seseorang boleh mengakses media sosial tersebut. Namun, dengan rasa keingintahuan akan media sosial tersebut, tak sedikit anak-anak yang mengelabui situs-situs media sosial tersebut dengan merekayasa usianya, sehingga anak-anak tersebut bisa mengakses media sosial tersebut. Hal-hal seperti inilah yang turut menyebabkan banyak kejadian kejahatan jagad maya yang akhir-akhir ini juga marak terjadi.
            Penyambutan masyarakat akan kehadiran media sosial ini menyebabkan perubahan yang luar biasa. Perubahan tersebut terkait dengan adanya kemudahan komunikasi yang ditawarkan oleh media sosial tersebut dan nyatanya kemudahan komunikasi tersebut dinikmati oleh hampir semua kalangan masyarakat, sehingga menimbulkan perubahan yang massif. Dikatakan sebagai sebuah perubahan yang massif karena penggunaan media sosial ini dilakukan oleh semua kalangan masyarakat dan menyebabkan perubahan pola fikir yang terdapat di dalam masyarakat.
            Peran media sosial dalam menyebabkan perubahan di masyarakat tentunya karena kekuatan yang dimiliki oleh media sosial ini yang sangat besar. Media sosial merupakan sebuah media yang digunakan oleh masyarakat di seluruh penjuru dunia dimana para penggunanya dapat berkomunikasi satu sama lain secara langsung, sehingga dengan hal ini batas negara ataupun batas waktu sekalipun akan tidak akan menghalanginya. Selain itu, fitur dari media sosial yang sangat beragam ini sangat disukai oleh orang-orang khususnya kalangan remaja yang memang secara psikologis merupakan golongan usia yang mencari jati diri dan selalu ingin untuk mencoba hal-hal baru. Kekuatan seperti itu mendorong adanya perubahan yang besar di masyarakat dan dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh media sosial, orang-orang dapat dengan mudah melakukan hal-hal yang disukai dan berkreasi di jagad maya tanpa membutuhkan biaya yang besar. Tentunya hal ini dapat menimbulkan akibat yang sangat positif jika dimanfaatkan secara benar, terutama untuk hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat.
            Berbagai perubahan yang diakibatkan oleh media sosial sebenarnya tak asing bagi masyarakat Indonesia. Beberapa tahun lalu, masyarakat Indonesia dihebohkan akan sebuah fenomena video mengenai goyangan chaiya-chaiya yang dilakukan oleh salah seorang anggota Kepolisian Republik Indonesia. Walaupun pada awalnya, video ini menuai kontroversi akibat tugasnya sebagai anggota kepolisian, namun akhirnya hal itu tidak dipermasalahkan dan akhirnya namanya begitu naik daun, sampai-sampai anggota kepolisian tersebut diundang ke Markas besarnya di Jakarta, diundang oleh beberapa pejabat negara dan diundang untuk mengisi acara di berbagai stasiun televisi nasional. Di kampung halamannyapun, anggota kepolisian tersebut disambut bak pahlawan dan diarak keliling kota dengan mobil terbuka. Seiring berjalannya waktu, anggota kepolisian tersebut terus disorot oleh berbagai berita infotainment dan berbagai tawaran kontrak acara hiburanpun datang, sehingga anggota kepolisian tersebut memutuskan untuk meninggalkan dunia kepolisian untuk menjadi seorang artis baru dalam dunia hiburan di Indonesia. Selain itu, banyak pula artis-artis baru bermunculan dari adanya media sosial ini, bahkan dengan adanya media sosial tak sedikit seseorang yang saling mengenal dan kemudian melanjutkan ke jenjang pernikahan untuk membentuk sebuah ikatan rumah tangga.
            Di bidang sosial kemasyarakatanpun, kehadiran media sosial mampu mewarnai kehidupan masyarakat dengan berbagai aktivitasnya. Seperti dengan menggunakan media sosial facebook berbagai gerakan sosial dapat terealisasikan dengan baik, seperti gerakan Koin untuk Prita yang terjadi beberapa tahun yang lalu merupakan sebuah aksi sosial dimana media sosial mampu menjadi wadah penyalur aspirasi masyarakat mengenai kasus yang menimpa seorang korban malpraktik sebuah rumah sakit. Selain itu berbagai gerakan sosial lain mampu diciptakan dari media sosial ini untuk menanggapi berbagai isu yang terjadi di berbaga bidang kehidupan masyarakat, seperti di bidang politik dan hukum.
            Dari hal-hal tersebut dapat diketahui betapa besarnya pengaruh media sosial di dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, dimana kekuatan media sosial mampu mengubah paradigma masyarakat di bidang sosial dengan sangat cepat. Pemikiran-pemikiran lama yang sangat kuat memengaruhi masyarakat, terkikis sedikit demi sedikit tergantikan oleh pemikiran-pemikiran baru yang lebih modern. Dengan pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dibidang teknologi dan informasi, media sosial akan terus berkembang mengikuti arus zaman, sehingga adanya perubahan ini harus benar-benar disikapi secara bijaksana agar perubahan yang diakibatkan oleh adanya media sosial ini benar-benar dapat menimbulkan hal-hal positif di masyarakat.

Gasa Bahar Putra – Mahasiswa Universitas Indonesia

Kesejahteraan Indonesia : Antara Harapan dan Kenyataan*

       Kesejahteraan merupakan hal pelik bagi sebuah bangsa, oleh karenanya tiada satupun bangsa didunia ini yang tidak memiliki tujuan dalam negaranya berupa kesejahteraan bagi rakyatnya. Kesejahteraan ini pula yang selalu dijadikan pangkal tujuan dari segala peraturan dan kegiatan pemerintahaan seluruh negara di dunia. Kesejahteraan ini bisa juga menjadi sebuah “kata sakti” bagi para pemegang kekuasaan yang hampir selalu didengungkan ketika masa kampanye dengan tujuan menarik dukungan rakyat, namun tak sedikit pula dari para pemegang kekuasaan tersebut setelah berhasil duduk di puncak kekuasaan baik eksekutif maupun legislatif melupakan arti kesejahteraan itu sendiri. Para pemegang kekuasaan tersebut banyak yang mengartikan tentang kesejahteraan dengan mengutamakan kepentingan kelompoknya sendiri daripada kepentingan rakyat yang notabene merupakan pemilik kekuasaan yang sah.
          Kesejahteraan bagi bangsa Indonesia sendiri juga merupakan sebuah tujuan nasional dan perjuangan yang tiada henti, karena kesejahteraan tersebut selalu berubah megikuti perkembangan masyarakat. Bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang besar, bangsa yang mewarisi sebuah kepulauan terbesar di dunia yaitu kepulauan Nusantara. Wilayahnya terbentang seluas 1.904.569 km2 dari Sabang sampai Merauke dan dilintasi oleh garis Khatulistiwa yang membuat Indonesia selalu mendapat curahan sinar matahari sepanjang tahun sehingga membuat Indonesia mempunyai tanah yang subur. Disamping itu, posisi geografis Indonesia yang sangat strategis dengan berada di antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia membuat Indonesia memliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang unik dan juga posisi ini membuat Indonesia berada di jalur perdagangan internasional yang strategis.
            Selain itu, potensi alam Indonesia begitu besar dan tersebar di lebih dari 17.000 pulau. Hampir semua komoditas alam ada di Indonesia, dari Sumber daya mineral, pertanian maupun perikanan. Beberapa diantaranya adalah yang terbesar di dunia, seperti Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia, negara penghasil gas alam cair (LNG) terbesar di dunia, negara penghasil timah terbesar di dunia, negara penghasil karet alam dan minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia, negara penghasil kayu lapis terbesar dunia dan negara dengan terumbu karang terkaya di dunia.
            Dalam hal sumber daya manusia, Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbanyak keempat dunia. Penduduk tersebut terbagi dalam berbagai suku bangsa, yang tak sedikit pula berbeda adat satu sama lain, namun tetap dapat bersatu dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan berpegang pada Pancasila sebagai pemersatu bangsa. Hal ini menunjukkan bahwa, kekayaan alam dan sumber daya manusia yang melimpah, dan beragam merupakan modal yang sangat besar bagi bangsa Indonesia untuk menyejahterakan rakyat. Namun, segala potensi dan kekayaan yang dimiliki Indonesia itu belum bisa menyejahterakan rakyat, yang pada akhirnya belum bisa mengangkat bangsa Indonesia tumbuh menjadi sebuah bangsa yang besar.
            Bila menengok jauh ke belakang, sejarah mencatat kegemilangan kerajaan-kerajaan nusantara masa lampau, sebut saja Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit yang berhasil menciptakan sebuah persatuan nusantara dengan wilayahnya yang terbentang luas meliputi sebagian besar wilayah Asia tenggara saat ini. Pada waktu itu kerajaan Sriwijaya maupun Majapahit merupakan kerjaan yang sangat disegani, dengan menguasai Selat Malaka yang merupakan urat nadi perdagangan internasional waktu itu, kerajaan Sriwijaya merupakan bandar perdagangan yang ramai, kapal-kapal asing selalu transit di wilayah ini, sehingga kerajaan Sriwijaya menjadi pusat globalisasi pada waktu itu. Setelah itu, kerajaan Majapahit muncul sebagai penguasa baru di nusantara, dengan armada lautnya yang tangguh, Majapahit melakukan ekspedisi-ekspedisi keluar pulau Jawa dan berhasil menyatukan nusantara dibawah kekuasaan Majapahit. Kehidupan rakyatnya sangat sejahtera karena para punggawa kerajaan senantiasa peduli dengan rakyatnya dan sebaliknya, rakyatpun sangat menghormati terhadap pemerintah kerajaan. Namun, keadaan itu lama-lama pudar bahkan lenyap seiring dengan perebutan kekuasaan di tubuh elit penguasa kerajaan, sehingga membuat kerajaan Majapahit tak bisa mempertahankan eksistensinya. Catatan sejarah ini seharusnya dapat dijadikan sebuah pelajaran bagi bangsa Indonesia, dimana para pemimpin bangsa Indonesia harus mempunyai idealisme yang tinggi akan kemajuan bangsa dan benar-benar peduli dengan rakyat bila ingin bangsa Indonesia sejahtera, sebaliknya nafsu kekuasaan yang amat besar akan menghancurkan bangsa Indonesia itu sendiri.
Permasalahan bangsa
           Dewasa ini, bangsa Indonesia sedang didera berbagai masalah yang sangat pelik dan seakan tak ada habisnya, seperti masalah Korupsi, Penegakan hukum, Politik, Ekonomi, Sosial dan lain sebagainya. Masalah-masalah tersebut telah membelenggu bangsa Indonesia, sehingga seakan-akan bangsa Indonesia hanya terjebak dan berkutat dalam berbagai permasalahan tanpa ujung.
            Korupsi merupakan permasalahan klasik bangsa Indonesia. Korupsi ini seolah-olah menjadi penyakit menular dari generasi ke generasi, walaupun reformasi yang salah satu agendanya menyebutkan pemberantasan terhadap Korupsi,Kolusi dan Nepotisme (KKN) telah berjalan selama 14 tahun, namun berbagai kasus korupsi masih tetap terjadi di republik ini. Hal tersebut terlihat jelas ketika kasus-kasus besar seperti Kasus Bank Century yang tak jelas ujungnya atau bahkan terlihat seolah dipetieskan karena menyangkut orang-orang penting negeri ini, Kasus wisma atlit Hambalang yang menyeret banyak nama dari kalangan elit penguasa, suap dalam proses penyusunan anggaran negara, jual beli pasal dalam perumusan Undang-Undang, upaya-upaya pengerdilan peran KPK yang dilakukan oleh pihak legislatif, pengadaan kitab suci di kementrian agama hingga pembuatan KTP di kelurahan tak lepas dari suap dan korupsi.
            Berbagai kasus yang muncul menunjukkan bahwa korupsi melanda di hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan pemerintahan, mulai dari setingkat elit penguasa negara sampai tingkat kelurahan, dan di semua bidang pemerintahan baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Pemberantasan korupsi semakin sulit dilakukan ketika masalah ini tidak hanya menyangkut aspek jabatan semata namun korupsi telah menjadi sebuah mindset mayoritas pejabat publik di Indonesia dimana para pejabat apabila telah menduduki sebuah jabatan di pemerintahan baik eksekutif maupun legislatif ada upaya untuk memperkaya diri sendiri dan usaha balik modal selama kampanye yang menghabiskan banyak materi. Upaya-upaya tersebut tentu sangat merugikan masyarakat, mengingat pejabat publik adalah pengemban amanah rakyat.
            Setali tiga uang dengan pemberantasan korupsi, penegakan hukum di Indonesia juga perlu mendapat perhatian dan gebrakan yang lebih. Hukum yang merupakan kaidah penting dalam mengatur segala kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara seakan-akan tak berdaya di hadapan kekuasaan. Hukum begitu keras dan tegas di hadapan rakyat, namun begitu lemah di hadapan para elit penguasa sehingga keadilan begitu lemah dan harus tunduk dibawah kekuasaan. Hal ini diperparah dengan dengan lemahnya integritas para aparat penegak hukum yang membiarkan “timbangan keadilan” timpang karena materi. Dewasa ini, materi dapat menentukan keadilan, “maling ayam di hukum mati, koruptor dibebaskan” merupakan sebuah pameo klasik tentang keadilan di negeri ini. Berbagai kasus hukum, seperti kasus Nenek Minah yang harus mendekam di penjara karena mengambil tiga biji Kakao dan Vonis bebas terhadap sekitar 70 koruptor di seluruh Indonesia beberapa waktu lalu menunjukkan kontradiksi penegakan hukum di Indonesia.
            Tak beda jauh dengan permasalahan hukum, perpolitikan Indonesia masih perlu proses pendewasaan. Demokrasi yang diharapkan sesuai dengan agenda reformasi belum dapat tercapai sepenuhnya, demokrasi yang terjadi di Indonesia dewasa ini merupakan sebuah demokrasi formal yang lebih banyak mementingkan kekuasaan politik semata. Proses demokrasi yang belum matang ini dapat terlihat dari kecenderungan praktik politik transaksional yang banyak dipraktikkan oleh partai politik Indonesia. Praktik politik tersebut dilakukan dengan tujuan memperkuat kekuasaan dengan kesepakatan-kesepakatan tertentu yang sangat menonjolkan pragmatisme politik, praktik semacam ini sudah menjadi rahasia umum masyarakat Indonesia dimana partai politik yang seharusnya berfungsi sebagai alat penampung aspirasi rakyat melenceng jauh dari fungsinya tersebut.
            Selanjutnya, Pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) yang merupkan sebuah pesta demokrasi lima tahunan dan memakan biaya anggaran daerah yang sangat besar tak menghasilkan pemimpin ideal yang diharapkan masyarakat. Rakyat dihadapkan pada permasalahan memilih pemimpin yang tak sesuai dengan aspirasi. Mayoritas calon pemimpin dihasilkan dari kesepakatan antar partai politik dengan hanya sedikit mempertimbangkan suara rakyat, sehingga kekuatan modalpun berbicara dalam pesta demokrasi ini. Praktik seperti inilah yang membuat pemilukada tak ubahnya sebagai kegiatan ritual lima tahunan belaka tanpa menghasilkan pemimpin yang ideal dan berkualitas, bahkan tak jarang pula pemimpin-pemimpin daerah terjerat dalam kasus suap dan korupsi. Kebanyakan pemimpin daerah melakukan tindak pidana tersebut untuk menutupi atau balik modal mahalnya biaya politik yang dikeluarkan oleh sang pemimpin daeerah tersebut dalam masa kampanye pemilukada. Runyamnya masalah pemilukada diperparah dengan kontestan pemilukada yang tidak dewasa dalam menerima hasil akhir pemilukada, sehingga hal tersebut tak jarang menimbulkan ekses di tingkat masyarakat yang sangat merugikan, seperti konflik horizontal antar pendukung kontestan pemilukada yang ujung-ujungnya merugikan masyarakat itu sendiri.
            Berbagai masalah politik inilah yang membuat sebagian masyarakat Indonesia bersikap antipati terhadap politik. Hal ini dapat dipahamai mengingat banyaknya teladan-teladan buruk yang ditampilkan oleh para elit politik negeri ini. Pesimisme akan politik juga melanda generasi muda Indonesia yang kebanyakan bersikap apatis terhadap perkembangan negara dan ini merupakan sebuah hal yang sangat memprihatinkan dimana generasi muda merupakan penerus estafet kepemimpinan bangsa Indonesia di masa mendatang.
            Di bidang ekonomi, keadaan Indonesia juga tak lebih baik. Masih banyak hal yang masih perlu pembenahan. Misalnya masalah pengangguran, masalah ini menunjukkan adanya ketimpangan antara lapangan kerja dengan pencari kerja. Bahkan sebagian dari pencari kerja tersebut merupakan pengangguran terdidik yang juga merupakan lulusan perguruan tinggi. Tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai di daerah juga memberikan andil yang cukup besar terhadap masalah pengangguran ini, hal ini mengakibatkan banyaknya pencari kerja yang sebenarnya potensial menggarap segala potensi daerahnya pergi ke kota besar untuk mengadu nasib mencari pekerjaan dan pada akhirnya hal ini juga mengakibatkan masalah sosial baru bagi perkotaan.
            Selain pengangguran, kewajiban pelunasan hutang luar negeri Indonesia juga memberikan ekses yang besar di masyarakat. Kewajiban melunasi hutang ini merupakan warisan dari rezim orde baru. Pada waktu itu perekonomian Indonesia dibangun dengan fondasi ekonomi yang rapuh dengan sistem korporasi sentralistik yang banyak menguntungkan penguasa dan rekanannya, sehingga ketika badai krisis moneter melanda Asia tenggara pada tahun 1997, Indonesia merupakan salah satu negara yang terkena imbasnya berupa jatuhnya perekonomian Indonesia. Pengaruh akibat krisis moneter tersebut masih terasa hingga kini, salah satunya adalah kebijakan pelunasan hutang luar negeri Indonesia yang memangkas anggaran cukup besar dalam APBN. Masalah-masalah perekonomian lainnya, seperti salah urus Sumber daya alam, masalah buruh, kebijakan perekonomian Indonesia yang lebih condong ke arah liberal juga menuntut solusi yang tepat untuk mengatasinya.
            Masalah-masalah tersebut pada akhirnya bermuara pada masalah sosial yang terjadi di Indonesia. Masalah pendidikan yang semakin jauh dari tujuan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan yang terjadi sekarang berupa mahalnya akses terhadap pendidikan terutama sekolah-sekolah yang berlabel internasional, dengan hal tersebut berarti pemerintah juga secara tidak langsung melakukan diskriminasi terhadap masyarakat terkait perolehan akses pendidikan yang baik. Tawuran antar pelajar yang marak terjadi akhir-akhir ini juga sangat mencoreng pendidikan nasional mengingat tujuan pendidikan nasional adalah untuk membentuk pribadi yang berakhlak mulia dan berilmu, hal ini menunjukkan gagalnya pendidikan karakter di Indonesia.
            Kesenjangan sosial, salah urus wilayah perbatasan, masalah kebebasan berkeyakinan, kemiskinan penduduk, dan terorisme juga merupakan masalah sosial yang harus segera diselesaikan dengan solusi yang tepat, mengingat penduduk Indonesia yang majemuk maka berbagai masalah tersebut dapat menimbulkan kecemburuan sosial satu sama lain yang apabila dibiarkan terus menerus dapat menyebabkan disintegrasi bangsa.

Potensi dan Harapan Bangsa Indonesia

            Indonesia merupakan negara yang kaya akan potensi, baik potensi alam maupun manusia. Seharusnya hal ini dapat menciptakan sebuah kesejahteraan bagi bangsa Indonesia. Namun karena berbagai hal, potensi yang sangat luar biasa tersebut belum bisa dimanfaatkan sepenuhnya untuk mewujudakan kesejahteraan rakyat. Apabila ditinjau dari segi yuridis, pemerintah wajib menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya dan hal itu tercantum dalam UUD 1945, diantaranya pasal 27, pasal 28, pasal 28 A sampai pasal 28 J, pasal 29, pasal 31, pasal 32, pasal 33 dan pasal 34, lebih dasar lagi kesejahteraan diamanatkan dalam dasar negara Indonesia yaitu Pancasila dalam sila kelima yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.  Hal ini menunjukkan bahwa segala dasar aturan pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat telah tersedia dan wajib dilaksanakan. Selanjutnya dapat diejawantahkan dengan pembuatan produk hukum yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Produk hukum tersebut dapat berupa Undang-Undang, Perpres, Perda dan sebagainya yang berkekuatan mengikat bagi warga negara dan mempunyai konsekuensi yang jelas apabila melanggar peraturan tersebut karena pada dasarnya setiap produk hukum yang dibuat adalah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
            Dewasa ini banyak pejabat negara maupun daerah yang melanggar aturan-aturan tersebut, maka yang perlu dilakukan pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan adalah menegakkan keadilan melalui lembaga penegak hukum dengan memberikan sanksi atau hukuman yang setimpal bagi pejabat tersebut dengan tanpa terkecuali. Pengadilan sebagai lembaga yang berwenang memutuskan hukuman harus bebas dari intervensi kekuatan apapun dan keputusan tersebut selain mencerminkan keadilan juga harus mencerminkan kepastian dan kebermanfaatan bagi masyarakat. Namun, hal ini begitu sulit dilakukan dimana hampir semua lembaga penegak hukum dapat disuap untuk memenangkan atau membebaskan tersangka suatu kasus hukum, oleh karena itu mutlak diperlukan upaya berbagai pihak, baik pemerintah maupun peran aktif masyarakat untuk bersama-sama memantau peradilan di Indonesia agar benar-benar bersih dan dapat menjalankan tugas sesuai fungsinya.
            Rekrutmen sumber daya manusia lembaga penegak hukumpun pada akhirnya juga harus dipantau secara ketat oleh masyarakat, agar rekrutmen lembaga tersebut benar-benar bersih dari KKN dan dapat dihasilkan aparat penegak hukum yang benar-benar ideal dan kompeten dalam bidangnya.
            Dalam bidang politik, pembuatan produk hukum yang benar-benar mewujudakan kesejahteraan rakyat wajib dilaksanakan oleh pihak legislatif. Produk hukum tersebut harus bersih dari kepentingan golongan-golongan tertentu yang mencoba meraup keuntungan dibalik terbitnya produk hukum tersebut. Politik transaksionalpun harus dapat dihapuskan dari praktik-praktik perpolitikan Indonesia karena hal tersebut mengesampingkan kepentingan rakyat, tentunya dengan kesadaran politik partai politik untuk meninggalkan politik transaksional dan benar-benar kembali sesuai dengan fungsinya sebagai alat penampung aspirasi masyarakat untuk menyuarakan kepentingan rakyat di parlemen.
            Sistem mengenai kaderisasi di internal partai politik juga selayaknya diperbaharui karena sistem yang lama mengakibatkan para pihak yang maju dalam suatu pemilu baik eksekutif maupun legislatif atau pemilukada adalah para pihak yang kuat secara materi maupun popularitas semata tanpa ditinjau lebih jauh mengenai kapabilitas calon pemimpin tersebut. Hal ini juga untuk menghindari adanya praktik politik transaksional di kemudian hari, partai politik seharusnya juga tidak perlu khawatir akan hilangnya “mesin uang” jika mengusung calon yang memang benar-benar cakap, karena rakyat sekarang sudah semakin cerdas dalam memilih pemimpinnya sehingga mampu memilih pemimpin dengan tepat.
            Dalam bidang ekonomi, pemerintah wajib melakukan pembenahan-pembenahan yang signifikan. Masalah pengangguran harus ditangani secara lintas sektoral dimana pemerintah juga harus lebih menggalakkan pendidikan keterampilan dan kewirausahaan yang membekali masyarakat untuk mencari pekerjaan. Pemerintah wajib memfasilitasi itu karena memang sudah diamanatkan dalam pasal 27 ayat 2 UUD 1945 dimana setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan layak bagi kemanusiaan.
            Dalam permasalahan hutang luar negeri, pemerintah harus lebih selektif dalam menerima bantuan-bantuan luar negeri karena tak jarang ada agenda atau hal khusus yang perlu dibayarkan oleh pemerintah Indonesia menanggapi bantuan tersebut dan fokus untuk melunasi hutang tanpa harus menambah hutang luar negeri lagi yang tentu akan memberatkan anggaran negara.
            Pembangunan negara yang terkesan memusat di pulau Jawa harus segera diratakan persebarannya. Pulau-pulau lain di luar Jawa yang menyimpan banyak potensi harus tersentuh pembangunan terutama daerah-daerah perbatasan Indonesia. Wilayah ini harus memperoleh perhatian lebih oleh pemerintah mengingat daerah ini sangat terbelakang dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari kesehatan, pendidikan sampai perekonomian. Masyarakat wilayah perbatasan ini ada yang lebih dekat terhadap negara tetangga karena menyediakan fasilitas yang dibutuhkan oleh penduduk tersebut, bahkan di beberapa wilayah perbatasan, penduduk daerah tersebut menggunakan mata uang negara tetangga untuk melakukan transaksi jual-beli, sungguh merupakan ironi bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, strategi pembangunan harus segera direvisi dimana pembangunan wilayah perbatasan harus ditingkatkan secara berkesinambungan dan alokasi dana pembangunan untuk wilayah perbatasan harus ditingkatkan serta diawasi penggunaannya supaya tepat sasaran.
            Pembangunan negara yang terpusat dalam wilayah darat juga harus segera diubah mengingat Indonesia merupakan negara maritim terbesar dunia. Pemerintah harus melakukan penyeimbangan antara pembangunan darat dan laut. Wilayah laut Indonesia yang mencakup 75%  luas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia bisa menjadi pemersatu jika dibangun secara baik, namun sebaliknya dapat menjadi pemisah jika tidak dibangun secara baik. Pembangunan dapat dilakukan dengan penambahan armada penyeberangan maritim antar pulau, pemberian modal yang lebih terhadap para nelayan, pengelolaan sumber daya alam yang ada di laut dengan baik dan penguatan angkatan laut Republik Indonesia baik secara kualitas maupun kuantitas.
            Pengelolaan sumber daya alam juga harus dibenahi secara signifikan mengingat hampir seluruh sumber daya alam terutama pertambangan di Indonesia dikuasai oleh pihak asing. Kebijakan penanaman investasi asing dalam hal ini harus dikaji lebih jauh, karena tak jarang perusahaan tambang penerima konsesi tambang tersebut melakukan hal-hal yang melanggar peraturan seperti perusakan alam dan kesewenangan terhadap warga adat setempat. Selain itu, tak jarang pembagian hasil kontrak antara pemerintah Indonesia dengan investor asing tersebut tidak seimbang, dan juga gaji karyawan Indonesia di perusahaan asing yang mayoritas dibawah standar gaji karyawan internasional lainnya. Hal tersebut menunjukkan kekayaan alam Indonesia belum bisa dinikmati oleh bangsa sendiri dan bangsa Indonesia seakan masih terjajah dalam bidang energi dan sumber daya mineral. Padahal dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menyebutkan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” dan hal tersebut sudah begitu jelas, dimana pemerintah harus segera mengambil tindakan-tindakan untuk dapat memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara mandiri. Pemerintah dapat melakukan pengkajian ulang kontrak dengan investor asing atau bahkan melakukan nasionalisasi di semua bidang pengelolaan energi dan sumber daya mineral, karena memang itulah yang dikehendaki oleh konstitusi.
            Dalam bidang sosial, pembangunan masyarakat secara material dan spiritual mutlak diperlukan dalam rangka membentuk masyarakat Indonesia yang madani berdasarkan Pancasila. Latar belakang masyarakat Indonesia yang majemuk memang perlu penanganan khusus untuk tetap bersatu dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, kasus-kasus yang menyangkut Suku, Ras dan Antar golongan (SARA) akhir-akhir ini juga harus diusut tuntas agar tidak berlarut dan menimbulkan disintegrasi bangsa. Selanjutnya pemerintah beserta seluruh komponen bangsa wajib menjaga dan memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dengan mengimplementasikan ideologi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat terbentuk masyarakat Indonesia yang plural dan bersatu.
            Untuk mengefektifkan peran masyarakat dalam bidang pemerintahan, maka perlu pendidikan politik yang memadai kepada masyarakat. Pendidikan tersebut dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun non formal melalui kehidupan sehari-hari. Terutama untuk pendidikan politik non formal melalui kehidupan sehari-hari sangat efektif dilakukan karena merupakan penyerapan langsung nilai-nilai kehidupan. Pendidikan politik tersebut dapat menghasilkan sikap kritis dan kedewasaan dalam berpolitik yang sangat berguna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sikap kritis masyarakat diperlukan dalam penyelenggaraan negara untuk mengawasi jalannya pemerintahan dan kedewasaan berpolitik diperlukan dalam berbagai kegiatan politik, seperti pemilu, pemilukada, proses penyusunan produk hukum antara eksekutif dan legislatif dan berbagai aktivitas politik lainnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
              Mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia memang tak semudah membalikkan telapak tangan, namun memerlukan usaha yang keras dari berbagai komponen bangsa untuk bersama-sama mewujudkannya. Mahasiswa sebagai agen perubahan dan kontrol sosial sangat diperlukan dalam hal ini, sehingga mahasiswa tidak hanya memberikan kritik dan wacana semata, namun juga harus dapat bertindak dan berkontribusi secara nyata di masyarakat demi mewujudkan kesejahteraan tersebut, dengan segala potensi yang dimiliki Indonesia, serta kebulatan tekad dan kerja keras seluruh komponen bangsa, maka harapan akan kesejahteraan itu tetap ada dan kesejahteraan bangsa Indonesia akan terwujud.

*Gasa Bahar Putra - Mahasiswa Universitas Indonesia

Sumber :

1. Anonim.Geografi Indonesia. http://www.indonesia.go.id/in/sekilas-indonesia/geografi-indonesia.html. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2012 pukul 21.00 WIB.
2. Anonim. UUd 1945. http://www.mpr.go.id/pages/produk-mpr/uud-1945. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2012 pukul 21.05 WIB.
3.Anonim.Produsen Timah Terbesar, RI Harus Jadi Acuan. http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/272463-produsen-timah-terbesar--ri-harus-jadi-acuan. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2012 pukul 21.13WIB.
4. Anonim. Sambutan Wakil Presiden RI Pada Acara Pembukaan Festival Internasional Pemuda Dan Olahraga Bahari (FIPOB) Ke-6 Tahun 2011. http://wapresri.go.id/index/preview/pidato/89. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2012 pukul 21.28 WIB.