Halaman

Senin, 19 Agustus 2013

Kesejahteraan Indonesia : Antara Harapan dan Kenyataan*

       Kesejahteraan merupakan hal pelik bagi sebuah bangsa, oleh karenanya tiada satupun bangsa didunia ini yang tidak memiliki tujuan dalam negaranya berupa kesejahteraan bagi rakyatnya. Kesejahteraan ini pula yang selalu dijadikan pangkal tujuan dari segala peraturan dan kegiatan pemerintahaan seluruh negara di dunia. Kesejahteraan ini bisa juga menjadi sebuah “kata sakti” bagi para pemegang kekuasaan yang hampir selalu didengungkan ketika masa kampanye dengan tujuan menarik dukungan rakyat, namun tak sedikit pula dari para pemegang kekuasaan tersebut setelah berhasil duduk di puncak kekuasaan baik eksekutif maupun legislatif melupakan arti kesejahteraan itu sendiri. Para pemegang kekuasaan tersebut banyak yang mengartikan tentang kesejahteraan dengan mengutamakan kepentingan kelompoknya sendiri daripada kepentingan rakyat yang notabene merupakan pemilik kekuasaan yang sah.
          Kesejahteraan bagi bangsa Indonesia sendiri juga merupakan sebuah tujuan nasional dan perjuangan yang tiada henti, karena kesejahteraan tersebut selalu berubah megikuti perkembangan masyarakat. Bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang besar, bangsa yang mewarisi sebuah kepulauan terbesar di dunia yaitu kepulauan Nusantara. Wilayahnya terbentang seluas 1.904.569 km2 dari Sabang sampai Merauke dan dilintasi oleh garis Khatulistiwa yang membuat Indonesia selalu mendapat curahan sinar matahari sepanjang tahun sehingga membuat Indonesia mempunyai tanah yang subur. Disamping itu, posisi geografis Indonesia yang sangat strategis dengan berada di antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia membuat Indonesia memliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang unik dan juga posisi ini membuat Indonesia berada di jalur perdagangan internasional yang strategis.
            Selain itu, potensi alam Indonesia begitu besar dan tersebar di lebih dari 17.000 pulau. Hampir semua komoditas alam ada di Indonesia, dari Sumber daya mineral, pertanian maupun perikanan. Beberapa diantaranya adalah yang terbesar di dunia, seperti Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia, negara penghasil gas alam cair (LNG) terbesar di dunia, negara penghasil timah terbesar di dunia, negara penghasil karet alam dan minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia, negara penghasil kayu lapis terbesar dunia dan negara dengan terumbu karang terkaya di dunia.
            Dalam hal sumber daya manusia, Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbanyak keempat dunia. Penduduk tersebut terbagi dalam berbagai suku bangsa, yang tak sedikit pula berbeda adat satu sama lain, namun tetap dapat bersatu dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan berpegang pada Pancasila sebagai pemersatu bangsa. Hal ini menunjukkan bahwa, kekayaan alam dan sumber daya manusia yang melimpah, dan beragam merupakan modal yang sangat besar bagi bangsa Indonesia untuk menyejahterakan rakyat. Namun, segala potensi dan kekayaan yang dimiliki Indonesia itu belum bisa menyejahterakan rakyat, yang pada akhirnya belum bisa mengangkat bangsa Indonesia tumbuh menjadi sebuah bangsa yang besar.
            Bila menengok jauh ke belakang, sejarah mencatat kegemilangan kerajaan-kerajaan nusantara masa lampau, sebut saja Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit yang berhasil menciptakan sebuah persatuan nusantara dengan wilayahnya yang terbentang luas meliputi sebagian besar wilayah Asia tenggara saat ini. Pada waktu itu kerajaan Sriwijaya maupun Majapahit merupakan kerjaan yang sangat disegani, dengan menguasai Selat Malaka yang merupakan urat nadi perdagangan internasional waktu itu, kerajaan Sriwijaya merupakan bandar perdagangan yang ramai, kapal-kapal asing selalu transit di wilayah ini, sehingga kerajaan Sriwijaya menjadi pusat globalisasi pada waktu itu. Setelah itu, kerajaan Majapahit muncul sebagai penguasa baru di nusantara, dengan armada lautnya yang tangguh, Majapahit melakukan ekspedisi-ekspedisi keluar pulau Jawa dan berhasil menyatukan nusantara dibawah kekuasaan Majapahit. Kehidupan rakyatnya sangat sejahtera karena para punggawa kerajaan senantiasa peduli dengan rakyatnya dan sebaliknya, rakyatpun sangat menghormati terhadap pemerintah kerajaan. Namun, keadaan itu lama-lama pudar bahkan lenyap seiring dengan perebutan kekuasaan di tubuh elit penguasa kerajaan, sehingga membuat kerajaan Majapahit tak bisa mempertahankan eksistensinya. Catatan sejarah ini seharusnya dapat dijadikan sebuah pelajaran bagi bangsa Indonesia, dimana para pemimpin bangsa Indonesia harus mempunyai idealisme yang tinggi akan kemajuan bangsa dan benar-benar peduli dengan rakyat bila ingin bangsa Indonesia sejahtera, sebaliknya nafsu kekuasaan yang amat besar akan menghancurkan bangsa Indonesia itu sendiri.
Permasalahan bangsa
           Dewasa ini, bangsa Indonesia sedang didera berbagai masalah yang sangat pelik dan seakan tak ada habisnya, seperti masalah Korupsi, Penegakan hukum, Politik, Ekonomi, Sosial dan lain sebagainya. Masalah-masalah tersebut telah membelenggu bangsa Indonesia, sehingga seakan-akan bangsa Indonesia hanya terjebak dan berkutat dalam berbagai permasalahan tanpa ujung.
            Korupsi merupakan permasalahan klasik bangsa Indonesia. Korupsi ini seolah-olah menjadi penyakit menular dari generasi ke generasi, walaupun reformasi yang salah satu agendanya menyebutkan pemberantasan terhadap Korupsi,Kolusi dan Nepotisme (KKN) telah berjalan selama 14 tahun, namun berbagai kasus korupsi masih tetap terjadi di republik ini. Hal tersebut terlihat jelas ketika kasus-kasus besar seperti Kasus Bank Century yang tak jelas ujungnya atau bahkan terlihat seolah dipetieskan karena menyangkut orang-orang penting negeri ini, Kasus wisma atlit Hambalang yang menyeret banyak nama dari kalangan elit penguasa, suap dalam proses penyusunan anggaran negara, jual beli pasal dalam perumusan Undang-Undang, upaya-upaya pengerdilan peran KPK yang dilakukan oleh pihak legislatif, pengadaan kitab suci di kementrian agama hingga pembuatan KTP di kelurahan tak lepas dari suap dan korupsi.
            Berbagai kasus yang muncul menunjukkan bahwa korupsi melanda di hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan pemerintahan, mulai dari setingkat elit penguasa negara sampai tingkat kelurahan, dan di semua bidang pemerintahan baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Pemberantasan korupsi semakin sulit dilakukan ketika masalah ini tidak hanya menyangkut aspek jabatan semata namun korupsi telah menjadi sebuah mindset mayoritas pejabat publik di Indonesia dimana para pejabat apabila telah menduduki sebuah jabatan di pemerintahan baik eksekutif maupun legislatif ada upaya untuk memperkaya diri sendiri dan usaha balik modal selama kampanye yang menghabiskan banyak materi. Upaya-upaya tersebut tentu sangat merugikan masyarakat, mengingat pejabat publik adalah pengemban amanah rakyat.
            Setali tiga uang dengan pemberantasan korupsi, penegakan hukum di Indonesia juga perlu mendapat perhatian dan gebrakan yang lebih. Hukum yang merupakan kaidah penting dalam mengatur segala kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara seakan-akan tak berdaya di hadapan kekuasaan. Hukum begitu keras dan tegas di hadapan rakyat, namun begitu lemah di hadapan para elit penguasa sehingga keadilan begitu lemah dan harus tunduk dibawah kekuasaan. Hal ini diperparah dengan dengan lemahnya integritas para aparat penegak hukum yang membiarkan “timbangan keadilan” timpang karena materi. Dewasa ini, materi dapat menentukan keadilan, “maling ayam di hukum mati, koruptor dibebaskan” merupakan sebuah pameo klasik tentang keadilan di negeri ini. Berbagai kasus hukum, seperti kasus Nenek Minah yang harus mendekam di penjara karena mengambil tiga biji Kakao dan Vonis bebas terhadap sekitar 70 koruptor di seluruh Indonesia beberapa waktu lalu menunjukkan kontradiksi penegakan hukum di Indonesia.
            Tak beda jauh dengan permasalahan hukum, perpolitikan Indonesia masih perlu proses pendewasaan. Demokrasi yang diharapkan sesuai dengan agenda reformasi belum dapat tercapai sepenuhnya, demokrasi yang terjadi di Indonesia dewasa ini merupakan sebuah demokrasi formal yang lebih banyak mementingkan kekuasaan politik semata. Proses demokrasi yang belum matang ini dapat terlihat dari kecenderungan praktik politik transaksional yang banyak dipraktikkan oleh partai politik Indonesia. Praktik politik tersebut dilakukan dengan tujuan memperkuat kekuasaan dengan kesepakatan-kesepakatan tertentu yang sangat menonjolkan pragmatisme politik, praktik semacam ini sudah menjadi rahasia umum masyarakat Indonesia dimana partai politik yang seharusnya berfungsi sebagai alat penampung aspirasi rakyat melenceng jauh dari fungsinya tersebut.
            Selanjutnya, Pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) yang merupkan sebuah pesta demokrasi lima tahunan dan memakan biaya anggaran daerah yang sangat besar tak menghasilkan pemimpin ideal yang diharapkan masyarakat. Rakyat dihadapkan pada permasalahan memilih pemimpin yang tak sesuai dengan aspirasi. Mayoritas calon pemimpin dihasilkan dari kesepakatan antar partai politik dengan hanya sedikit mempertimbangkan suara rakyat, sehingga kekuatan modalpun berbicara dalam pesta demokrasi ini. Praktik seperti inilah yang membuat pemilukada tak ubahnya sebagai kegiatan ritual lima tahunan belaka tanpa menghasilkan pemimpin yang ideal dan berkualitas, bahkan tak jarang pula pemimpin-pemimpin daerah terjerat dalam kasus suap dan korupsi. Kebanyakan pemimpin daerah melakukan tindak pidana tersebut untuk menutupi atau balik modal mahalnya biaya politik yang dikeluarkan oleh sang pemimpin daeerah tersebut dalam masa kampanye pemilukada. Runyamnya masalah pemilukada diperparah dengan kontestan pemilukada yang tidak dewasa dalam menerima hasil akhir pemilukada, sehingga hal tersebut tak jarang menimbulkan ekses di tingkat masyarakat yang sangat merugikan, seperti konflik horizontal antar pendukung kontestan pemilukada yang ujung-ujungnya merugikan masyarakat itu sendiri.
            Berbagai masalah politik inilah yang membuat sebagian masyarakat Indonesia bersikap antipati terhadap politik. Hal ini dapat dipahamai mengingat banyaknya teladan-teladan buruk yang ditampilkan oleh para elit politik negeri ini. Pesimisme akan politik juga melanda generasi muda Indonesia yang kebanyakan bersikap apatis terhadap perkembangan negara dan ini merupakan sebuah hal yang sangat memprihatinkan dimana generasi muda merupakan penerus estafet kepemimpinan bangsa Indonesia di masa mendatang.
            Di bidang ekonomi, keadaan Indonesia juga tak lebih baik. Masih banyak hal yang masih perlu pembenahan. Misalnya masalah pengangguran, masalah ini menunjukkan adanya ketimpangan antara lapangan kerja dengan pencari kerja. Bahkan sebagian dari pencari kerja tersebut merupakan pengangguran terdidik yang juga merupakan lulusan perguruan tinggi. Tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai di daerah juga memberikan andil yang cukup besar terhadap masalah pengangguran ini, hal ini mengakibatkan banyaknya pencari kerja yang sebenarnya potensial menggarap segala potensi daerahnya pergi ke kota besar untuk mengadu nasib mencari pekerjaan dan pada akhirnya hal ini juga mengakibatkan masalah sosial baru bagi perkotaan.
            Selain pengangguran, kewajiban pelunasan hutang luar negeri Indonesia juga memberikan ekses yang besar di masyarakat. Kewajiban melunasi hutang ini merupakan warisan dari rezim orde baru. Pada waktu itu perekonomian Indonesia dibangun dengan fondasi ekonomi yang rapuh dengan sistem korporasi sentralistik yang banyak menguntungkan penguasa dan rekanannya, sehingga ketika badai krisis moneter melanda Asia tenggara pada tahun 1997, Indonesia merupakan salah satu negara yang terkena imbasnya berupa jatuhnya perekonomian Indonesia. Pengaruh akibat krisis moneter tersebut masih terasa hingga kini, salah satunya adalah kebijakan pelunasan hutang luar negeri Indonesia yang memangkas anggaran cukup besar dalam APBN. Masalah-masalah perekonomian lainnya, seperti salah urus Sumber daya alam, masalah buruh, kebijakan perekonomian Indonesia yang lebih condong ke arah liberal juga menuntut solusi yang tepat untuk mengatasinya.
            Masalah-masalah tersebut pada akhirnya bermuara pada masalah sosial yang terjadi di Indonesia. Masalah pendidikan yang semakin jauh dari tujuan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan yang terjadi sekarang berupa mahalnya akses terhadap pendidikan terutama sekolah-sekolah yang berlabel internasional, dengan hal tersebut berarti pemerintah juga secara tidak langsung melakukan diskriminasi terhadap masyarakat terkait perolehan akses pendidikan yang baik. Tawuran antar pelajar yang marak terjadi akhir-akhir ini juga sangat mencoreng pendidikan nasional mengingat tujuan pendidikan nasional adalah untuk membentuk pribadi yang berakhlak mulia dan berilmu, hal ini menunjukkan gagalnya pendidikan karakter di Indonesia.
            Kesenjangan sosial, salah urus wilayah perbatasan, masalah kebebasan berkeyakinan, kemiskinan penduduk, dan terorisme juga merupakan masalah sosial yang harus segera diselesaikan dengan solusi yang tepat, mengingat penduduk Indonesia yang majemuk maka berbagai masalah tersebut dapat menimbulkan kecemburuan sosial satu sama lain yang apabila dibiarkan terus menerus dapat menyebabkan disintegrasi bangsa.

Potensi dan Harapan Bangsa Indonesia

            Indonesia merupakan negara yang kaya akan potensi, baik potensi alam maupun manusia. Seharusnya hal ini dapat menciptakan sebuah kesejahteraan bagi bangsa Indonesia. Namun karena berbagai hal, potensi yang sangat luar biasa tersebut belum bisa dimanfaatkan sepenuhnya untuk mewujudakan kesejahteraan rakyat. Apabila ditinjau dari segi yuridis, pemerintah wajib menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya dan hal itu tercantum dalam UUD 1945, diantaranya pasal 27, pasal 28, pasal 28 A sampai pasal 28 J, pasal 29, pasal 31, pasal 32, pasal 33 dan pasal 34, lebih dasar lagi kesejahteraan diamanatkan dalam dasar negara Indonesia yaitu Pancasila dalam sila kelima yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.  Hal ini menunjukkan bahwa segala dasar aturan pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat telah tersedia dan wajib dilaksanakan. Selanjutnya dapat diejawantahkan dengan pembuatan produk hukum yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Produk hukum tersebut dapat berupa Undang-Undang, Perpres, Perda dan sebagainya yang berkekuatan mengikat bagi warga negara dan mempunyai konsekuensi yang jelas apabila melanggar peraturan tersebut karena pada dasarnya setiap produk hukum yang dibuat adalah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
            Dewasa ini banyak pejabat negara maupun daerah yang melanggar aturan-aturan tersebut, maka yang perlu dilakukan pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan adalah menegakkan keadilan melalui lembaga penegak hukum dengan memberikan sanksi atau hukuman yang setimpal bagi pejabat tersebut dengan tanpa terkecuali. Pengadilan sebagai lembaga yang berwenang memutuskan hukuman harus bebas dari intervensi kekuatan apapun dan keputusan tersebut selain mencerminkan keadilan juga harus mencerminkan kepastian dan kebermanfaatan bagi masyarakat. Namun, hal ini begitu sulit dilakukan dimana hampir semua lembaga penegak hukum dapat disuap untuk memenangkan atau membebaskan tersangka suatu kasus hukum, oleh karena itu mutlak diperlukan upaya berbagai pihak, baik pemerintah maupun peran aktif masyarakat untuk bersama-sama memantau peradilan di Indonesia agar benar-benar bersih dan dapat menjalankan tugas sesuai fungsinya.
            Rekrutmen sumber daya manusia lembaga penegak hukumpun pada akhirnya juga harus dipantau secara ketat oleh masyarakat, agar rekrutmen lembaga tersebut benar-benar bersih dari KKN dan dapat dihasilkan aparat penegak hukum yang benar-benar ideal dan kompeten dalam bidangnya.
            Dalam bidang politik, pembuatan produk hukum yang benar-benar mewujudakan kesejahteraan rakyat wajib dilaksanakan oleh pihak legislatif. Produk hukum tersebut harus bersih dari kepentingan golongan-golongan tertentu yang mencoba meraup keuntungan dibalik terbitnya produk hukum tersebut. Politik transaksionalpun harus dapat dihapuskan dari praktik-praktik perpolitikan Indonesia karena hal tersebut mengesampingkan kepentingan rakyat, tentunya dengan kesadaran politik partai politik untuk meninggalkan politik transaksional dan benar-benar kembali sesuai dengan fungsinya sebagai alat penampung aspirasi masyarakat untuk menyuarakan kepentingan rakyat di parlemen.
            Sistem mengenai kaderisasi di internal partai politik juga selayaknya diperbaharui karena sistem yang lama mengakibatkan para pihak yang maju dalam suatu pemilu baik eksekutif maupun legislatif atau pemilukada adalah para pihak yang kuat secara materi maupun popularitas semata tanpa ditinjau lebih jauh mengenai kapabilitas calon pemimpin tersebut. Hal ini juga untuk menghindari adanya praktik politik transaksional di kemudian hari, partai politik seharusnya juga tidak perlu khawatir akan hilangnya “mesin uang” jika mengusung calon yang memang benar-benar cakap, karena rakyat sekarang sudah semakin cerdas dalam memilih pemimpinnya sehingga mampu memilih pemimpin dengan tepat.
            Dalam bidang ekonomi, pemerintah wajib melakukan pembenahan-pembenahan yang signifikan. Masalah pengangguran harus ditangani secara lintas sektoral dimana pemerintah juga harus lebih menggalakkan pendidikan keterampilan dan kewirausahaan yang membekali masyarakat untuk mencari pekerjaan. Pemerintah wajib memfasilitasi itu karena memang sudah diamanatkan dalam pasal 27 ayat 2 UUD 1945 dimana setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan layak bagi kemanusiaan.
            Dalam permasalahan hutang luar negeri, pemerintah harus lebih selektif dalam menerima bantuan-bantuan luar negeri karena tak jarang ada agenda atau hal khusus yang perlu dibayarkan oleh pemerintah Indonesia menanggapi bantuan tersebut dan fokus untuk melunasi hutang tanpa harus menambah hutang luar negeri lagi yang tentu akan memberatkan anggaran negara.
            Pembangunan negara yang terkesan memusat di pulau Jawa harus segera diratakan persebarannya. Pulau-pulau lain di luar Jawa yang menyimpan banyak potensi harus tersentuh pembangunan terutama daerah-daerah perbatasan Indonesia. Wilayah ini harus memperoleh perhatian lebih oleh pemerintah mengingat daerah ini sangat terbelakang dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari kesehatan, pendidikan sampai perekonomian. Masyarakat wilayah perbatasan ini ada yang lebih dekat terhadap negara tetangga karena menyediakan fasilitas yang dibutuhkan oleh penduduk tersebut, bahkan di beberapa wilayah perbatasan, penduduk daerah tersebut menggunakan mata uang negara tetangga untuk melakukan transaksi jual-beli, sungguh merupakan ironi bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, strategi pembangunan harus segera direvisi dimana pembangunan wilayah perbatasan harus ditingkatkan secara berkesinambungan dan alokasi dana pembangunan untuk wilayah perbatasan harus ditingkatkan serta diawasi penggunaannya supaya tepat sasaran.
            Pembangunan negara yang terpusat dalam wilayah darat juga harus segera diubah mengingat Indonesia merupakan negara maritim terbesar dunia. Pemerintah harus melakukan penyeimbangan antara pembangunan darat dan laut. Wilayah laut Indonesia yang mencakup 75%  luas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia bisa menjadi pemersatu jika dibangun secara baik, namun sebaliknya dapat menjadi pemisah jika tidak dibangun secara baik. Pembangunan dapat dilakukan dengan penambahan armada penyeberangan maritim antar pulau, pemberian modal yang lebih terhadap para nelayan, pengelolaan sumber daya alam yang ada di laut dengan baik dan penguatan angkatan laut Republik Indonesia baik secara kualitas maupun kuantitas.
            Pengelolaan sumber daya alam juga harus dibenahi secara signifikan mengingat hampir seluruh sumber daya alam terutama pertambangan di Indonesia dikuasai oleh pihak asing. Kebijakan penanaman investasi asing dalam hal ini harus dikaji lebih jauh, karena tak jarang perusahaan tambang penerima konsesi tambang tersebut melakukan hal-hal yang melanggar peraturan seperti perusakan alam dan kesewenangan terhadap warga adat setempat. Selain itu, tak jarang pembagian hasil kontrak antara pemerintah Indonesia dengan investor asing tersebut tidak seimbang, dan juga gaji karyawan Indonesia di perusahaan asing yang mayoritas dibawah standar gaji karyawan internasional lainnya. Hal tersebut menunjukkan kekayaan alam Indonesia belum bisa dinikmati oleh bangsa sendiri dan bangsa Indonesia seakan masih terjajah dalam bidang energi dan sumber daya mineral. Padahal dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menyebutkan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” dan hal tersebut sudah begitu jelas, dimana pemerintah harus segera mengambil tindakan-tindakan untuk dapat memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara mandiri. Pemerintah dapat melakukan pengkajian ulang kontrak dengan investor asing atau bahkan melakukan nasionalisasi di semua bidang pengelolaan energi dan sumber daya mineral, karena memang itulah yang dikehendaki oleh konstitusi.
            Dalam bidang sosial, pembangunan masyarakat secara material dan spiritual mutlak diperlukan dalam rangka membentuk masyarakat Indonesia yang madani berdasarkan Pancasila. Latar belakang masyarakat Indonesia yang majemuk memang perlu penanganan khusus untuk tetap bersatu dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, kasus-kasus yang menyangkut Suku, Ras dan Antar golongan (SARA) akhir-akhir ini juga harus diusut tuntas agar tidak berlarut dan menimbulkan disintegrasi bangsa. Selanjutnya pemerintah beserta seluruh komponen bangsa wajib menjaga dan memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dengan mengimplementasikan ideologi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat terbentuk masyarakat Indonesia yang plural dan bersatu.
            Untuk mengefektifkan peran masyarakat dalam bidang pemerintahan, maka perlu pendidikan politik yang memadai kepada masyarakat. Pendidikan tersebut dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun non formal melalui kehidupan sehari-hari. Terutama untuk pendidikan politik non formal melalui kehidupan sehari-hari sangat efektif dilakukan karena merupakan penyerapan langsung nilai-nilai kehidupan. Pendidikan politik tersebut dapat menghasilkan sikap kritis dan kedewasaan dalam berpolitik yang sangat berguna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sikap kritis masyarakat diperlukan dalam penyelenggaraan negara untuk mengawasi jalannya pemerintahan dan kedewasaan berpolitik diperlukan dalam berbagai kegiatan politik, seperti pemilu, pemilukada, proses penyusunan produk hukum antara eksekutif dan legislatif dan berbagai aktivitas politik lainnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
              Mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia memang tak semudah membalikkan telapak tangan, namun memerlukan usaha yang keras dari berbagai komponen bangsa untuk bersama-sama mewujudkannya. Mahasiswa sebagai agen perubahan dan kontrol sosial sangat diperlukan dalam hal ini, sehingga mahasiswa tidak hanya memberikan kritik dan wacana semata, namun juga harus dapat bertindak dan berkontribusi secara nyata di masyarakat demi mewujudkan kesejahteraan tersebut, dengan segala potensi yang dimiliki Indonesia, serta kebulatan tekad dan kerja keras seluruh komponen bangsa, maka harapan akan kesejahteraan itu tetap ada dan kesejahteraan bangsa Indonesia akan terwujud.

*Gasa Bahar Putra - Mahasiswa Universitas Indonesia

Sumber :

1. Anonim.Geografi Indonesia. http://www.indonesia.go.id/in/sekilas-indonesia/geografi-indonesia.html. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2012 pukul 21.00 WIB.
2. Anonim. UUd 1945. http://www.mpr.go.id/pages/produk-mpr/uud-1945. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2012 pukul 21.05 WIB.
3.Anonim.Produsen Timah Terbesar, RI Harus Jadi Acuan. http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/272463-produsen-timah-terbesar--ri-harus-jadi-acuan. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2012 pukul 21.13WIB.
4. Anonim. Sambutan Wakil Presiden RI Pada Acara Pembukaan Festival Internasional Pemuda Dan Olahraga Bahari (FIPOB) Ke-6 Tahun 2011. http://wapresri.go.id/index/preview/pidato/89. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2012 pukul 21.28 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar