Kesejahteraan
merupakan hal pelik bagi sebuah bangsa, oleh karenanya tiada satupun bangsa
didunia ini yang tidak memiliki tujuan dalam negaranya berupa kesejahteraan
bagi rakyatnya. Kesejahteraan ini pula yang selalu dijadikan pangkal tujuan
dari segala peraturan dan kegiatan pemerintahaan seluruh negara di dunia.
Kesejahteraan ini bisa juga menjadi sebuah “kata sakti” bagi para pemegang
kekuasaan yang hampir selalu didengungkan ketika masa kampanye dengan tujuan
menarik dukungan rakyat, namun tak sedikit pula dari para pemegang kekuasaan
tersebut setelah berhasil duduk di puncak kekuasaan baik eksekutif maupun
legislatif melupakan arti kesejahteraan itu sendiri. Para pemegang kekuasaan
tersebut banyak yang mengartikan tentang kesejahteraan dengan mengutamakan
kepentingan kelompoknya sendiri daripada kepentingan rakyat yang notabene
merupakan pemilik kekuasaan yang sah.
Kesejahteraan bagi bangsa Indonesia
sendiri juga merupakan sebuah tujuan nasional dan perjuangan yang tiada henti,
karena kesejahteraan tersebut selalu berubah megikuti perkembangan masyarakat.
Bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang besar, bangsa yang mewarisi
sebuah kepulauan terbesar di dunia yaitu kepulauan Nusantara. Wilayahnya
terbentang seluas 1.904.569 km2 dari Sabang sampai Merauke dan dilintasi oleh garis
Khatulistiwa yang membuat Indonesia selalu mendapat curahan sinar matahari
sepanjang tahun sehingga membuat Indonesia mempunyai tanah yang subur.
Disamping itu, posisi geografis Indonesia yang sangat strategis dengan berada
di antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia membuat Indonesia memliki
kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang unik dan juga posisi ini membuat
Indonesia berada di jalur perdagangan internasional yang strategis.
Selain itu, potensi alam Indonesia
begitu besar dan tersebar di lebih dari 17.000 pulau. Hampir semua komoditas
alam ada di Indonesia, dari Sumber daya mineral, pertanian maupun perikanan. Beberapa
diantaranya adalah yang terbesar di dunia, seperti Indonesia adalah negara maritim
terbesar di dunia, negara penghasil gas alam cair (LNG) terbesar di dunia,
negara penghasil timah terbesar di dunia, negara penghasil karet alam dan
minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia, negara penghasil kayu lapis
terbesar dunia dan negara dengan terumbu karang terkaya di dunia.
Dalam hal sumber daya manusia,
Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbanyak keempat dunia. Penduduk
tersebut terbagi dalam berbagai suku bangsa, yang tak sedikit pula berbeda adat
satu sama lain, namun tetap dapat bersatu dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan berpegang pada Pancasila sebagai pemersatu bangsa. Hal
ini menunjukkan bahwa, kekayaan alam dan sumber daya manusia yang melimpah, dan
beragam merupakan modal yang sangat besar bagi bangsa Indonesia untuk
menyejahterakan rakyat. Namun, segala potensi dan kekayaan yang dimiliki
Indonesia itu belum bisa menyejahterakan rakyat, yang pada akhirnya belum bisa
mengangkat bangsa Indonesia tumbuh menjadi sebuah bangsa yang besar.
Bila menengok jauh ke belakang,
sejarah mencatat kegemilangan kerajaan-kerajaan nusantara masa lampau, sebut
saja Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit yang berhasil menciptakan sebuah
persatuan nusantara dengan wilayahnya yang terbentang luas meliputi sebagian
besar wilayah Asia tenggara saat ini. Pada waktu itu kerajaan Sriwijaya maupun
Majapahit merupakan kerjaan yang sangat disegani, dengan menguasai Selat Malaka
yang merupakan urat nadi perdagangan internasional waktu itu, kerajaan
Sriwijaya merupakan bandar perdagangan yang ramai, kapal-kapal asing selalu
transit di wilayah ini, sehingga kerajaan Sriwijaya menjadi pusat globalisasi
pada waktu itu. Setelah itu, kerajaan Majapahit muncul sebagai penguasa baru di
nusantara, dengan armada lautnya yang tangguh, Majapahit melakukan
ekspedisi-ekspedisi keluar pulau Jawa dan berhasil menyatukan nusantara dibawah
kekuasaan Majapahit. Kehidupan rakyatnya sangat sejahtera karena para punggawa
kerajaan senantiasa peduli dengan rakyatnya dan sebaliknya, rakyatpun sangat
menghormati terhadap pemerintah kerajaan. Namun, keadaan itu lama-lama pudar
bahkan lenyap seiring dengan perebutan kekuasaan di tubuh elit penguasa
kerajaan, sehingga membuat kerajaan Majapahit tak bisa mempertahankan
eksistensinya. Catatan sejarah ini seharusnya dapat dijadikan sebuah pelajaran bagi
bangsa Indonesia, dimana para pemimpin bangsa Indonesia harus mempunyai
idealisme yang tinggi akan kemajuan bangsa dan benar-benar peduli dengan rakyat
bila ingin bangsa Indonesia sejahtera, sebaliknya nafsu kekuasaan yang amat
besar akan menghancurkan bangsa Indonesia itu sendiri.
Permasalahan
bangsa
Dewasa ini, bangsa Indonesia sedang
didera berbagai masalah yang sangat pelik dan seakan tak ada habisnya, seperti
masalah Korupsi, Penegakan hukum, Politik, Ekonomi, Sosial dan lain sebagainya.
Masalah-masalah tersebut telah membelenggu bangsa Indonesia, sehingga
seakan-akan bangsa Indonesia hanya terjebak dan berkutat dalam berbagai
permasalahan tanpa ujung.
Korupsi merupakan permasalahan
klasik bangsa Indonesia. Korupsi ini seolah-olah menjadi penyakit menular dari
generasi ke generasi, walaupun reformasi yang salah satu agendanya menyebutkan
pemberantasan terhadap Korupsi,Kolusi dan Nepotisme (KKN) telah berjalan selama
14 tahun, namun berbagai kasus korupsi masih tetap terjadi di republik ini. Hal
tersebut terlihat jelas ketika kasus-kasus besar seperti Kasus Bank Century
yang tak jelas ujungnya atau bahkan terlihat seolah dipetieskan karena
menyangkut orang-orang penting negeri ini, Kasus wisma atlit Hambalang yang
menyeret banyak nama dari kalangan elit penguasa, suap dalam proses penyusunan
anggaran negara, jual beli pasal dalam perumusan Undang-Undang, upaya-upaya
pengerdilan peran KPK yang dilakukan oleh pihak legislatif, pengadaan kitab
suci di kementrian agama hingga pembuatan KTP di kelurahan tak lepas dari suap
dan korupsi.
Berbagai kasus yang muncul
menunjukkan bahwa korupsi melanda di hampir semua aspek kehidupan masyarakat
dan pemerintahan, mulai dari setingkat elit penguasa negara sampai tingkat
kelurahan, dan di semua bidang pemerintahan baik eksekutif, legislatif maupun
yudikatif. Pemberantasan korupsi semakin sulit dilakukan ketika masalah ini
tidak hanya menyangkut aspek jabatan semata namun korupsi telah menjadi sebuah
mindset mayoritas pejabat publik di Indonesia dimana para pejabat apabila telah
menduduki sebuah jabatan di pemerintahan baik eksekutif maupun legislatif ada
upaya untuk memperkaya diri sendiri dan usaha balik modal selama kampanye yang
menghabiskan banyak materi. Upaya-upaya tersebut tentu sangat merugikan
masyarakat, mengingat pejabat publik adalah pengemban amanah rakyat.
Setali tiga uang dengan
pemberantasan korupsi, penegakan hukum di Indonesia juga perlu mendapat perhatian
dan gebrakan yang lebih. Hukum yang merupakan kaidah penting dalam mengatur
segala kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara seakan-akan tak berdaya
di hadapan kekuasaan. Hukum begitu keras dan tegas di hadapan rakyat, namun
begitu lemah di hadapan para elit penguasa sehingga keadilan begitu lemah dan
harus tunduk dibawah kekuasaan. Hal ini diperparah dengan dengan lemahnya
integritas para aparat penegak hukum yang membiarkan “timbangan keadilan”
timpang karena materi. Dewasa ini, materi dapat menentukan keadilan, “maling
ayam di hukum mati, koruptor dibebaskan” merupakan sebuah pameo klasik tentang
keadilan di negeri ini. Berbagai kasus hukum, seperti kasus Nenek Minah yang
harus mendekam di penjara karena mengambil tiga biji Kakao dan Vonis bebas
terhadap sekitar 70 koruptor di seluruh Indonesia beberapa waktu lalu
menunjukkan kontradiksi penegakan hukum di Indonesia.
Tak
beda jauh dengan permasalahan hukum, perpolitikan Indonesia masih perlu proses
pendewasaan. Demokrasi yang diharapkan sesuai dengan agenda reformasi belum
dapat tercapai sepenuhnya, demokrasi yang terjadi di Indonesia dewasa ini
merupakan sebuah demokrasi formal yang lebih banyak mementingkan kekuasaan
politik semata. Proses demokrasi yang belum matang ini dapat terlihat dari
kecenderungan praktik politik transaksional yang banyak dipraktikkan oleh
partai politik Indonesia. Praktik politik tersebut dilakukan dengan tujuan
memperkuat kekuasaan dengan kesepakatan-kesepakatan tertentu yang sangat
menonjolkan pragmatisme politik, praktik semacam ini sudah menjadi rahasia umum
masyarakat Indonesia dimana partai politik yang seharusnya berfungsi sebagai alat
penampung aspirasi rakyat melenceng jauh dari fungsinya tersebut.
Selanjutnya, Pemilihan umum kepala
daerah (Pemilukada) yang merupkan sebuah pesta demokrasi lima tahunan dan
memakan biaya anggaran daerah yang sangat besar tak menghasilkan pemimpin ideal
yang diharapkan masyarakat. Rakyat dihadapkan pada permasalahan memilih
pemimpin yang tak sesuai dengan aspirasi. Mayoritas calon pemimpin dihasilkan
dari kesepakatan antar partai politik dengan hanya sedikit mempertimbangkan
suara rakyat, sehingga kekuatan modalpun berbicara dalam pesta demokrasi ini.
Praktik seperti inilah yang membuat pemilukada tak ubahnya sebagai kegiatan
ritual lima tahunan belaka tanpa menghasilkan pemimpin yang ideal dan
berkualitas, bahkan tak jarang pula pemimpin-pemimpin daerah terjerat dalam
kasus suap dan korupsi. Kebanyakan pemimpin daerah melakukan tindak pidana
tersebut untuk menutupi atau balik modal mahalnya biaya politik yang dikeluarkan
oleh sang pemimpin daeerah tersebut dalam masa kampanye pemilukada. Runyamnya
masalah pemilukada diperparah dengan kontestan pemilukada yang tidak dewasa
dalam menerima hasil akhir pemilukada, sehingga hal tersebut tak jarang
menimbulkan ekses di tingkat masyarakat yang sangat merugikan, seperti konflik
horizontal antar pendukung kontestan pemilukada yang ujung-ujungnya merugikan
masyarakat itu sendiri.
Berbagai masalah politik inilah yang
membuat sebagian masyarakat Indonesia bersikap antipati terhadap politik. Hal
ini dapat dipahamai mengingat banyaknya teladan-teladan buruk yang ditampilkan
oleh para elit politik negeri ini. Pesimisme akan politik juga melanda generasi
muda Indonesia yang kebanyakan bersikap apatis terhadap perkembangan negara dan
ini merupakan sebuah hal yang sangat memprihatinkan dimana generasi muda
merupakan penerus estafet kepemimpinan bangsa Indonesia di masa mendatang.
Di bidang ekonomi, keadaan Indonesia
juga tak lebih baik. Masih banyak hal yang masih perlu pembenahan. Misalnya
masalah pengangguran, masalah ini menunjukkan adanya ketimpangan antara
lapangan kerja dengan pencari kerja. Bahkan sebagian dari pencari kerja
tersebut merupakan pengangguran terdidik yang juga merupakan lulusan perguruan
tinggi. Tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai di daerah juga
memberikan andil yang cukup besar terhadap masalah pengangguran ini, hal ini
mengakibatkan banyaknya pencari kerja yang sebenarnya potensial menggarap
segala potensi daerahnya pergi ke kota besar untuk mengadu nasib mencari
pekerjaan dan pada akhirnya hal ini juga mengakibatkan masalah sosial baru bagi
perkotaan.
Selain pengangguran, kewajiban
pelunasan hutang luar negeri Indonesia juga memberikan ekses yang besar di
masyarakat. Kewajiban melunasi hutang ini merupakan warisan dari rezim orde
baru. Pada waktu itu perekonomian Indonesia dibangun dengan fondasi ekonomi
yang rapuh dengan sistem korporasi sentralistik yang banyak menguntungkan
penguasa dan rekanannya, sehingga ketika badai krisis moneter melanda Asia
tenggara pada tahun 1997, Indonesia merupakan salah satu negara yang terkena
imbasnya berupa jatuhnya perekonomian Indonesia. Pengaruh akibat krisis moneter
tersebut masih terasa hingga kini, salah satunya adalah kebijakan pelunasan
hutang luar negeri Indonesia yang memangkas anggaran cukup besar dalam APBN.
Masalah-masalah perekonomian lainnya, seperti salah urus Sumber daya alam,
masalah buruh, kebijakan perekonomian Indonesia yang lebih condong ke arah
liberal juga menuntut solusi yang tepat untuk mengatasinya.
Masalah-masalah tersebut pada
akhirnya bermuara pada masalah sosial yang terjadi di Indonesia. Masalah
pendidikan yang semakin jauh dari tujuan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan
yang terjadi sekarang berupa mahalnya akses terhadap pendidikan terutama
sekolah-sekolah yang berlabel internasional, dengan hal tersebut berarti
pemerintah juga secara tidak langsung melakukan diskriminasi terhadap
masyarakat terkait perolehan akses pendidikan yang baik. Tawuran antar pelajar
yang marak terjadi akhir-akhir ini juga sangat mencoreng pendidikan nasional
mengingat tujuan pendidikan nasional adalah untuk membentuk pribadi yang
berakhlak mulia dan berilmu, hal ini menunjukkan gagalnya pendidikan karakter
di Indonesia.
Kesenjangan sosial, salah urus wilayah
perbatasan, masalah kebebasan berkeyakinan, kemiskinan penduduk, dan terorisme juga
merupakan masalah sosial yang harus segera diselesaikan dengan solusi yang tepat,
mengingat penduduk Indonesia yang majemuk maka berbagai masalah tersebut dapat
menimbulkan kecemburuan sosial satu sama lain yang apabila dibiarkan terus
menerus dapat menyebabkan disintegrasi bangsa.
Potensi dan
Harapan Bangsa Indonesia
Indonesia merupakan negara yang kaya akan potensi, baik potensi alam maupun manusia. Seharusnya hal ini dapat menciptakan sebuah kesejahteraan bagi bangsa Indonesia. Namun karena berbagai hal, potensi yang sangat luar biasa tersebut belum bisa dimanfaatkan sepenuhnya untuk mewujudakan kesejahteraan rakyat. Apabila ditinjau dari segi yuridis, pemerintah wajib menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya dan hal itu tercantum dalam UUD 1945, diantaranya pasal 27, pasal 28, pasal 28 A sampai pasal 28 J, pasal 29, pasal 31, pasal 32, pasal 33 dan pasal 34, lebih dasar lagi kesejahteraan diamanatkan dalam dasar negara Indonesia yaitu Pancasila dalam sila kelima yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Hal ini menunjukkan bahwa segala dasar aturan pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat telah tersedia dan wajib dilaksanakan. Selanjutnya dapat diejawantahkan dengan pembuatan produk hukum yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Produk hukum tersebut dapat berupa Undang-Undang, Perpres, Perda dan sebagainya yang berkekuatan mengikat bagi warga negara dan mempunyai konsekuensi yang jelas apabila melanggar peraturan tersebut karena pada dasarnya setiap produk hukum yang dibuat adalah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Dewasa ini banyak pejabat negara
maupun daerah yang melanggar aturan-aturan tersebut, maka yang perlu dilakukan pemerintah
untuk mewujudkan kesejahteraan adalah menegakkan keadilan melalui lembaga
penegak hukum dengan memberikan sanksi atau hukuman yang setimpal bagi pejabat
tersebut dengan tanpa terkecuali. Pengadilan sebagai lembaga yang berwenang
memutuskan hukuman harus bebas dari intervensi kekuatan apapun dan keputusan
tersebut selain mencerminkan keadilan juga harus mencerminkan kepastian dan
kebermanfaatan bagi masyarakat. Namun, hal ini begitu sulit dilakukan dimana
hampir semua lembaga penegak hukum dapat disuap untuk memenangkan atau
membebaskan tersangka suatu kasus hukum, oleh karena itu mutlak diperlukan
upaya berbagai pihak, baik pemerintah maupun peran aktif masyarakat untuk
bersama-sama memantau peradilan di Indonesia agar benar-benar bersih dan dapat
menjalankan tugas sesuai fungsinya.
Rekrutmen sumber daya manusia
lembaga penegak hukumpun pada akhirnya juga harus dipantau secara ketat oleh
masyarakat, agar rekrutmen lembaga tersebut benar-benar bersih dari KKN dan
dapat dihasilkan aparat penegak hukum yang benar-benar ideal dan kompeten dalam
bidangnya.
Dalam bidang politik, pembuatan
produk hukum yang benar-benar mewujudakan kesejahteraan rakyat wajib
dilaksanakan oleh pihak legislatif. Produk hukum tersebut harus bersih dari
kepentingan golongan-golongan tertentu yang mencoba meraup keuntungan dibalik
terbitnya produk hukum tersebut. Politik transaksionalpun harus dapat
dihapuskan dari praktik-praktik perpolitikan Indonesia karena hal tersebut
mengesampingkan kepentingan rakyat, tentunya dengan kesadaran politik partai
politik untuk meninggalkan politik transaksional dan benar-benar kembali sesuai
dengan fungsinya sebagai alat penampung aspirasi masyarakat untuk menyuarakan
kepentingan rakyat di parlemen.
Sistem mengenai kaderisasi di internal
partai politik juga selayaknya diperbaharui karena sistem yang lama
mengakibatkan para pihak yang maju dalam suatu pemilu baik eksekutif maupun
legislatif atau pemilukada adalah para pihak yang kuat secara materi maupun
popularitas semata tanpa ditinjau lebih jauh mengenai kapabilitas calon
pemimpin tersebut. Hal ini juga untuk menghindari adanya praktik politik
transaksional di kemudian hari, partai politik seharusnya juga tidak perlu
khawatir akan hilangnya “mesin uang” jika mengusung calon yang memang
benar-benar cakap, karena rakyat sekarang sudah semakin cerdas dalam memilih
pemimpinnya sehingga mampu memilih pemimpin dengan tepat.
Dalam bidang ekonomi, pemerintah
wajib melakukan pembenahan-pembenahan yang signifikan. Masalah pengangguran
harus ditangani secara lintas sektoral dimana pemerintah juga harus lebih
menggalakkan pendidikan keterampilan dan kewirausahaan yang membekali
masyarakat untuk mencari pekerjaan. Pemerintah wajib memfasilitasi itu karena
memang sudah diamanatkan dalam pasal 27 ayat 2 UUD 1945 dimana setiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan layak bagi kemanusiaan.
Dalam permasalahan hutang luar
negeri, pemerintah harus lebih selektif dalam menerima bantuan-bantuan luar
negeri karena tak jarang ada agenda atau hal khusus yang perlu dibayarkan oleh
pemerintah Indonesia menanggapi bantuan tersebut dan fokus untuk melunasi
hutang tanpa harus menambah hutang luar negeri lagi yang tentu akan memberatkan
anggaran negara.
Pembangunan negara yang terkesan
memusat di pulau Jawa harus segera diratakan persebarannya. Pulau-pulau lain di
luar Jawa yang menyimpan banyak potensi harus tersentuh pembangunan terutama
daerah-daerah perbatasan Indonesia. Wilayah ini harus memperoleh perhatian
lebih oleh pemerintah mengingat daerah ini sangat terbelakang dalam berbagai
aspek kehidupan, mulai dari kesehatan, pendidikan sampai perekonomian.
Masyarakat wilayah perbatasan ini ada yang lebih dekat terhadap negara tetangga
karena menyediakan fasilitas yang dibutuhkan oleh penduduk tersebut, bahkan di
beberapa wilayah perbatasan, penduduk daerah tersebut menggunakan mata uang
negara tetangga untuk melakukan transaksi jual-beli, sungguh merupakan ironi
bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, strategi pembangunan harus segera
direvisi dimana pembangunan wilayah perbatasan harus ditingkatkan secara
berkesinambungan dan alokasi dana pembangunan untuk wilayah perbatasan harus
ditingkatkan serta diawasi penggunaannya supaya tepat sasaran.
Pembangunan negara yang terpusat
dalam wilayah darat juga harus segera diubah mengingat Indonesia merupakan
negara maritim terbesar dunia. Pemerintah harus melakukan penyeimbangan antara
pembangunan darat dan laut. Wilayah laut Indonesia yang mencakup 75% luas wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia bisa menjadi pemersatu jika dibangun secara baik, namun sebaliknya
dapat menjadi pemisah jika tidak dibangun secara baik. Pembangunan dapat
dilakukan dengan penambahan armada penyeberangan maritim antar pulau, pemberian
modal yang lebih terhadap para nelayan, pengelolaan sumber daya alam yang ada
di laut dengan baik dan penguatan angkatan laut Republik Indonesia baik secara
kualitas maupun kuantitas.
Pengelolaan sumber daya alam juga
harus dibenahi secara signifikan mengingat hampir seluruh sumber daya alam terutama
pertambangan di Indonesia dikuasai oleh pihak asing. Kebijakan penanaman
investasi asing dalam hal ini harus dikaji lebih jauh, karena tak jarang
perusahaan tambang penerima konsesi tambang tersebut melakukan hal-hal yang
melanggar peraturan seperti perusakan alam dan kesewenangan terhadap warga adat
setempat. Selain itu, tak jarang pembagian hasil kontrak antara pemerintah
Indonesia dengan investor asing tersebut tidak seimbang, dan juga gaji karyawan
Indonesia di perusahaan asing yang mayoritas dibawah standar gaji karyawan
internasional lainnya. Hal tersebut menunjukkan kekayaan alam Indonesia belum
bisa dinikmati oleh bangsa sendiri dan bangsa Indonesia seakan masih terjajah
dalam bidang energi dan sumber daya mineral. Padahal dalam pasal 33 ayat 3 UUD
1945 menyebutkan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat” dan hal tersebut sudah begitu jelas, dimana
pemerintah harus segera mengambil tindakan-tindakan untuk dapat memanfaatkan
kekayaan alam Indonesia secara mandiri. Pemerintah dapat melakukan pengkajian
ulang kontrak dengan investor asing atau bahkan melakukan nasionalisasi di
semua bidang pengelolaan energi dan sumber daya mineral, karena memang itulah yang
dikehendaki oleh konstitusi.
Dalam
bidang sosial, pembangunan masyarakat secara material dan spiritual mutlak
diperlukan dalam rangka membentuk masyarakat Indonesia yang madani berdasarkan
Pancasila. Latar belakang masyarakat Indonesia yang majemuk memang perlu
penanganan khusus untuk tetap bersatu dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia, kasus-kasus yang menyangkut Suku, Ras dan Antar golongan (SARA)
akhir-akhir ini juga harus diusut tuntas agar tidak berlarut dan menimbulkan
disintegrasi bangsa. Selanjutnya pemerintah beserta seluruh komponen bangsa
wajib menjaga dan memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dengan
mengimplementasikan ideologi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
dapat terbentuk masyarakat Indonesia yang plural dan bersatu.
Untuk
mengefektifkan peran masyarakat dalam bidang pemerintahan, maka perlu pendidikan
politik yang memadai kepada masyarakat. Pendidikan tersebut dapat diperoleh
dari pendidikan formal maupun non formal melalui kehidupan sehari-hari. Terutama
untuk pendidikan politik non formal melalui kehidupan sehari-hari sangat
efektif dilakukan karena merupakan penyerapan langsung nilai-nilai kehidupan.
Pendidikan politik tersebut dapat menghasilkan sikap kritis dan kedewasaan
dalam berpolitik yang sangat berguna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sikap kritis masyarakat diperlukan dalam penyelenggaraan negara untuk mengawasi
jalannya pemerintahan dan kedewasaan berpolitik diperlukan dalam berbagai
kegiatan politik, seperti pemilu, pemilukada, proses penyusunan produk hukum
antara eksekutif dan legislatif dan berbagai aktivitas politik lainnya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia memang tak semudah membalikkan telapak tangan, namun memerlukan usaha yang keras dari berbagai komponen bangsa untuk bersama-sama mewujudkannya. Mahasiswa sebagai agen perubahan dan kontrol sosial sangat diperlukan dalam hal ini, sehingga mahasiswa tidak hanya memberikan kritik dan wacana semata, namun juga harus dapat bertindak dan berkontribusi secara nyata di masyarakat demi mewujudkan kesejahteraan tersebut, dengan segala potensi yang dimiliki Indonesia, serta kebulatan tekad dan kerja keras seluruh komponen bangsa, maka harapan akan kesejahteraan itu tetap ada dan kesejahteraan bangsa Indonesia akan terwujud.
Mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia memang tak semudah membalikkan telapak tangan, namun memerlukan usaha yang keras dari berbagai komponen bangsa untuk bersama-sama mewujudkannya. Mahasiswa sebagai agen perubahan dan kontrol sosial sangat diperlukan dalam hal ini, sehingga mahasiswa tidak hanya memberikan kritik dan wacana semata, namun juga harus dapat bertindak dan berkontribusi secara nyata di masyarakat demi mewujudkan kesejahteraan tersebut, dengan segala potensi yang dimiliki Indonesia, serta kebulatan tekad dan kerja keras seluruh komponen bangsa, maka harapan akan kesejahteraan itu tetap ada dan kesejahteraan bangsa Indonesia akan terwujud.
*Gasa Bahar Putra - Mahasiswa Universitas Indonesia
Sumber :
1. Anonim.Geografi
Indonesia. http://www.indonesia.go.id/in/sekilas-indonesia/geografi-indonesia.html.
Diakses pada tanggal 8 Oktober 2012 pukul 21.00 WIB.
2. Anonim. UUd
1945. http://www.mpr.go.id/pages/produk-mpr/uud-1945. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2012 pukul 21.05 WIB.
3.Anonim.Produsen Timah Terbesar, RI Harus Jadi Acuan. http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/272463-produsen-timah-terbesar--ri-harus-jadi-acuan.
Diakses pada tanggal 8 Oktober 2012 pukul 21.13WIB.
4. Anonim. Sambutan
Wakil Presiden RI Pada Acara Pembukaan Festival Internasional Pemuda Dan
Olahraga Bahari (FIPOB) Ke-6 Tahun 2011. http://wapresri.go.id/index/preview/pidato/89. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2012 pukul 21.28
WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar